BAB I
Prinsip Organisasi Bisnis
1.1 Nilai
Bisnis tercipta karena adanya maksud dan tujuan tertentu dari para pelakunya. Salahsatu diantaranya adalah melayani konsumen atau customer. Konsumen adalah pihak terkait yang behubungan langsung dengan akitivitas bisnis itu sendiri dan menjadi penghasilan dalam sumber pendapatan. Semua aktivitas bisnis meliputi produksi, distribusi, pabrikasi, pemasaran dan aspek lain yang selalu membutuhkan konsumen atau customer. “Value” selalu diusahakan untuk terdapat pada produk atau layanan kita kepada konsumen.
1.2 Customers
Konsumen adalah individu atau sekelompok orang atau organisasi yang menjadi objek dari aktivitas organisasi yang dikerjakan. Mereka adalah pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung memiliki keterkaitan kerjasama dengan kita melalui pemanfaatan dan penggunaan produk, penikmat layanan yang kita sediakan. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui sejauh mana konsumen dapat memberikan penilaian dan menghargai produk yang kita tawarkan.
1.3 Differentiation
Semua bisnis beroperasi dalam sebuah wahana yang sangat kompetitif. Konsumen memiliki alokasi dana yang terbatas sehingga mereka berhati-hati dalam memilih dan menggunakan produk atau layanan yang sesuai dengan yang mereka butuhkan. Secara tidak langsung semua produk atau layanan akan dibedakan sesuai dengan corak, gaya, kualitas, kebutuhan, kemiripan atau kekhasan tertentu. Contoh bisnis dengan tingkat kompetisi yang tinggi adalah mobil, restoran, dan garmen. Dengan memahami identitas dari kosumen dan mengapa mereka memilih produk yang kita tawarkan maka selanjutnya kita dapat menyusun konsep keuntungan yang mampu kita peroleh
1.4 Strategi
Memahami konsumen dan keunggulan produk yang ditawarkan sangat penting untuk menjaga kelangsungan aktivitas bisnis. Sangatlah penting untuk memperhatikan lingkungan dan perubahan-perubahan budaya yang ada. Kondisi lingkungan dan budaya yang berkembang di tempat kita menjalankan bisnis harus dapat dipahami secara optimal untuk membantu membaca kesempatan dan menentukan rencana untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam perusahaan. Sehingga diperlukan peraturan-peraturan untuk ditaati dan mengamati perkembangan kemajuan program-program yang dicanangkan. Rencana teknis diperlukan setiap hari sesuai dengan jenis konsumen yang dihadapi. Penting sekali untuk menjaga keselarasan antara peraturan yang diterapkan, perkembangan dari program dengan tujuan strategis.
1.5 Organisasi
Organisasi bisnis berdasarkan strukturnya meliputi sumberdaya, tenagakerja dan materi. Pengorganisasian secara terstruktur berhubungan langsung dengan kemajuan proses, kosistensi perusahaan, kecepatan produksi dan efisiensi. Kebijakan-kebijakan juga diperlukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan agar selaras dengan permintaan dan kebutuhan konsumen.
1.6 Profit
Keuntungan atau profit adalah tujuan dari dilakukanya sebuah bisnis. Peraturan dalam sebuah organisasi sangat diperlukan demi memperoleh keuntungan yang signifikan. Kecepatan produksi dan efisiensi anggaran berhubungan langsung dengan perolehan keuntungan . diskon, kebijakan, cuci gudang, jam buka dan waktu pelayanan dapat menentukan keuntungan.
1.7 Kontrol
Pengendalian dengan berdasar pada acuan ukuran sangat penting untuk membuat kebijakan yang berguna. Pengendalian pada proses, sumberdaya, penempatan tenaga kerja yang proporsional dengan pekerjaanya, pengambilan kebijakan akan memberikan kontribusi yang nyata pada proses pengambilan keputusan organisasi. Pengendalian memerlukan tolok ukur yang nyata seperti jumlah keuangan, angka-angka, persentase, atau tanggal, tidak boleh berdasarkan pada intuisi, persepsi atau konsep saja.
BAB II
Business administration
2.1 Definisi Administrasi
Administrasi sebagai seni dan ilmu. Administrasi sebagai seni adalah suatu proses yang diketahui hanya permulaan dari suatu kegiatan sedang kapan berakhirnya kegiatan itu sendiri tidak diketahui. Administrasi sebagai proses kerja sama bukan merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama-sama dengan timbulnya peradaban manusia. Tegasnya, administrasi sebagai "seni" merupakan suatu social phenomenon.
Sampai dengan tahun 1886, manusia hanya mengenal administrasi sebagai seni. Kemudian, pada tahun 1886 itu timbullah suatu ilmu baru, yang sekarang ini dikenal dengan Ilmu Administrasi yang objek studinya tidak termasuk objek studi ilmu-ilmu yang lain. Ilmu Administrasi telah pula memiliki metode analisisnya sendiri, sistematikanya sendiri, prinsip-prinsip, dalil-dalil serta rumus-rumusnya sendiri.
Bidang-bidang atau percabangan dari pembagian ilmu administrasi dapat dibedakan secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal (menurut lingkungan suasananya), berarti penekannya pada sifat atau karakter dari kerja sama yang ada, dapat dibagi-bagi ke dalam cabang-cabang :
1) administrasi kenegaraan (public administration);
Berbagai kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan suasana kenegaraan mempunyai ciri-ciri berikut.
a. Kegiatan berupa pemberian pelayanan kepada kepentingan umum dan warga negara.
b. Kegiatan mempunyai sifat sangat penting.
c. Kegiatan dilaksanakan oleh badan negara dan aparatur pemerintah.
d. Kegiatan terikat oleh peraturan negara dan daerah.
e. Kegiatan ditetapkan oleh wakil rakyat.
2) administrasi perusahaan (business administration),
Berbagai administrasi yang berada dalam lingkungan suasana perusahaan, misalnya administrasi penjualan dan pemasaran; administrasi produksi ; administrasi periklanan; administrasi perbankan; administrasi perhotelan; administrasi pengangkutan.
3) administrasi kemasyarakatan (social administration).
Berbagai administrasi yang berada dalam lingkungan suasana kemasyarakatan, misalnya administrasi perhimpunan; administrasi perkumpulan; administrasi yayasan; administrasi koperasi; administrasi serikat buruh; administrasi lembaga fakir miskin; administrasi pekerjaan sosial; administrasi gereja.
Secara horizontal berarti melihat administrasi dilihat dari aspek teknis/unsur-unsurnya. Kajian ilmu administrasi ini adalah aspek teknis/unsur-unsur administrasi yang mencakup 1) organisasi, 2) manajemen, 3) kepegawaian, 4) keuangan, 5) perlengkapan, 6) pekerjaan kantor, 7) tata hubungan/komunikasi, dan 8) perwakilan/public relation.
2.2 Definisi Administrasi Bisnis
Administrasi bisnis adalah studi tentang bisnis yang meliputi kemampuan analisa, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi antar individu serta pengembangan strategi bisnis, kepemimpinan dan manajemen sumberdaya serta informasi. Tujuan utamanya adalah menghasilkan keuntungan bagi organisasi.
2.3 Tipe
Ada 4 bentuk administrasi bisnis, antara lain:
2.3.1 Sole proprietorship
Sole proprietorship adalah bisnis yang dimiliki oleh hanya satu orang saja. Pemilik dapat mengoperasikan penuh bisnisnya dan mengendalikan pegawainya serta memiliki hak tanpa batas terhadap keuangan perusahaan. Contohnya adalah kontraktor independen, konsultan atau freelancers.
2.3.2 Partnership
Partnership adalah salah satu bentuk bisnis yang dimiliki oleh dua orang atau lebih. Masing-masing pemilik memiliki hak akses penuh terhadap asset dan keuangan perusahaan. Ada 3 bentuk bisnis partnership, yaitu general partnerships, limited partnerships, dan limited liability partnerships.
2.3.3 Corporation
Corporation merupakan salah satu bentuk bisnis yang dimiliki oleh dua orang atau lebih dimana masing-masing pemilik memiliki hak yang terbatas dan dibatasi oleh aturan berkekuatan hukum yang sudah disepakati. Diperlukan perlindungan hukum terhadap keuangan para pemilik saham. Perusahaan memiliki hak penuh terhadap jumlah keuntungan yang dapat dibagikan kepada pemegang saham atau menyimpannya untuk kemajuan perusahaan.
2.3.4 Cooperative (Koperasi)
Cooperative sering disingkat dengan “co-op”, sebuah cooperative merupakan sebuah entitas liabititas yang terbatas dan dapat dijalankan bagi usaha berorientasi profit maupun non profit. Cooperative yang berorientasi profit berbeda dengan perusahaan profit yang anggotanya, tidak memiliki kewenangan seperti shareholder. Cooperative dibedakan menjadi consumer cooperatives atau worker cooperatives. Cooperatives merupakan dasar dari ideologi demokrasi ekonomi.
BAB III
Perfected Business Machine
Menurut Carl Copeland Parsons, dalam sebuah perfected business machine, individu dalam organisasi tersebut tergabung dalam sebuah kesatuan yang harmonis dimana mereka bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, organisasi yang memiliki berbagai bagian yang berbeda harus dibuat dalam sebuah hubungan yang sistematis. Harus diciptakan sebuah keadaan yang tidak ada konflik kekuasaan, duplikasi usaha, dan pembuangan energi yang sia-sia. Setiap individu harus melaksanakan tugas dan pekerjaannya secara harmonis untuk mencapai tujuan bersama.
Pokok bahasan ini bertujuan untuk mendefinisikan otoritas dari berbagai macam kepala departemen yang berbeda dan untuk menunjukkan bagaimana setiap bagian organisasi bekerja sama dengan bagian lainnya. Divisi hingga departemen yang ada dalam organisasi bisnis dikontrol oleh dua elemen yakni:
1. Karakter tenaga kerja yang dibutuhkan untuk dipekerjakan
2. Karakter dari material yang diproses
3.1 Organization in production department
Dalam menganalisis divisi produksi dalam sebuah organisasi bisnis, akan sangat sulit untuk membuat sebuah standard, divisi ini akan sangat bervariasi daripada divisi lainnya, dan harus disusun dengan mencocokan kebutuhan organisasi. Kepala utama dari divisi produksi adalah kepala pembelian (head buyer) atau merchandise manager. Tugasnya adalah menentukan barang yang akan dijual oleh divisi penjualan. Di bawah divisi pembelian adalah retail salespeople. Di bawah kewenangan retail salespeople ada seorang recieving clerk (penulis penerimaan), stock clerk (pencatat persediaan) dan delivery clerk (pencatat pengantaran). Teori divisi tersebut sering dimodifikasi dalam prakteknya dengan menambahkan sistem penerimaan dan pengantaran yang umum untuk seluruh departemen.
Dalam perusahaan bisnis wholesale, buyers tidak memiliki kewenangan dalam penjualan, kepala chief stock clerk atau receiving clerk secara langsung bertanggungjawab pada general manager.
3.2 Division of work under in superintendent (pengawas)
Dalam perusahaan pabrikan atau tambang, pengawas (superintendent) mengambil peran penuh terhadap setiap detail produksi. Di bawah pengawas langsung terdapat berbagai departemen, chief stores clerk dan purchasing agent. Dalam beberapa kasus, dua posisi tersebut langsung berada di bawah general manager, pengawas (superintendent) hanya memiliki kewenangan requisisi dari material yang dibutuhkan. Chief stores clerk bertanggungjawab pada penanganan bahan mentah dan produk jadi.
3.3 The duties of sales organization
Tugas dari sales manager adalah terkait dengan menjual produk yang dihasilkan oleh divisi produksi. Bidang penjualan dalam sebuah organisasi bisnis merupakan faktor yang paling penting. Divisi produksi tidak akan berguna jika produknya tidak dapat terjual sebagai laba, sukes dari perusahaan sangat tergantung dari suksesnya usaha divisi penjulan. Untuk menjual, sebuah pasar harus diciptakan, dan untuk itulah departemen periklanan (advertising department) menjadi kebutuhan perusahaan berikutnya.
3.4 The accounting department a clearing house
Departemen akunting (accounting department) merupakan badan pembersihan bagi semua urusan dari seluruh departemen. Departemen ini mendapatkan seluruh informasi dari general manager dan seluruh departemen lainnya. Sosok penting dalam departemen akunting adalah kepala akuntan. Kepala akuntan ini biasanya disebut sebagai manajer bisnis atau kepala pembukuan, apapun panggilannya, kepala akuntan ini memiliki wewenang memimpin divisi ini.
Posisi lain yang penting selain kepala pencatatan (head bookkeeper) adalah sales ledger bookkeeper dan purchase ledger bookkeeper. Tugas sales bookeeper adalah merekam semua pekerjaan yang dihasilkan oleh divisi penjualan. Purchase ledger bookkeeper merupakan pencatat yang mengambil peranan dalam tagihan barang yang diterima, pemesanan pembelian barang, menerima seluruh catatan clerk, yang selanjutnya digunakan untuk mengecek apakah barang yang diterima sesuai dengan barang yang dipesan serta apakah pesanan yang diciptakan sesuai, serta mengaudit tagihan perusahaan.
3.5 Record of the sales division
Terdapat sebuah departemen yang disebut sebagai sales record clerk yang bertugas membuat laporan dari seluruh penjualan yang dilaporkan oleh divisi penjualan dan siapa yang bertanggungjawab terhadap laporan penjualan harian, bulanan, dan tahunan kepada eksekutif yang lebih tinggi. Divisi produksi dan pembelian memiliki usaha kerja sendiri yang mana tidak berada di bawah tanggung jawab divisi akunting. Di bawah agen pembelian ada berbagai jenis pencatat yang bertugas mengumpulkan seluruh informasi yang dibutuhkan sebagai pedoman pembelian, transaksi aktual dan meneruskan rekaman informasi yang dibutuhkan purchase ledger bookkeeper.
Divisi penjualan juga memiliki tugas perkantoran yang juga berkaitan dengan divisi akunting. Melalui pencatat pemesanan (order clerk) dan pencatat penjualan (sales record clerk), sales ledger bookeeper akan dapat menginformasikan seluruh aktivitas yang telah terjadi di divisi penjualan. Selain beberapa jenis pencatat yang lain, seperti pencatat dari barang yang dikembalikan, rebat dan overcharges. Setiap departemen tersebut sangat terkait dengan aktivitas barter dan pertukaran, atau juga pada ganti rugi klaims, yang ada di akunting, dimana semua transaksi yang bermacam tersebut bertujuan mengurangi kerugian dari aset tunai.
3.6 Subordinating a department to several official
Bagian lain yang dibutuhkan oleh setiap organisasi dicontohkan sebagai dua kewenangan yang saling berkaitan; yaitu depertemen subordinasi pada dua atau lebih superior. Percabangan dari divisi produksi atau pembelian adalah departemen penerimaan (receiving department); sementara departemen penerimaan dan shipping merupakan percabangan dari chief store room clerk atau chief stockkeeper. Store room atau stock room merupakan bagian medium dalam mentransfer produk dari divisi produksi hingga sampai ke pelanggan melalui divisi penjualan. Barang diterima dari pabrik oleh recieving clerk, setelah dicek selanjutnya didistribusikan dan catatan pengiriman yang telah ditandangani stockkeeper dikirim ke purchase bookkeeper, sementara inventory clerk akan mencatat kembali persediaan barang yang ada. Ketika terjadi penjualan atau persediaan barang dibutuhkan oleh divisi penjualan, salinan dari catata pemesanan akan melalui shipping clerk dan menjadi rekuisisi pada stockkeeper bagi barang yang dipesan. Stockkeeper mengirimkannya pada shipping clerk, mengambil struk pemesanan. Shipping clerk, melalui petugas penyortir, inspektur dan pengepak, dapat mengirim pesanan dari divisi penjualan, dan barang pesanan telah siap untuk pengiriman.
3.7 Centralizing correspondence in one department
Hampir seluruh transaksi bisnis harus melewati jalur yang pasti sama. Setiap departemen membutuhkan lebih banyak atau lebih sedikit pekerjaan stenografik serta pencatatan dalam setiap transaksi. Maka akan selalu ada interaksi dari setiap departemen ke departemen lainnya. Yang paling sering berinteraksi adalah kepala stenografik dan manajer. Di bawah posisi tersebut terdapat stenografer dan pencatat yang bertugas mengirim semua informasi sesuai permintaan pada setiap departemen.
Divisi akunting merupakan contoh sempurna dalam menjelaskan hal ini dan kompeten dalam menjelaskan setiap detail perusahaan; dengan tidak adanya dua hal akan membuat ketidakamanan dalam perusahaan. Dua hal tersebut adalah credit department dan controller’s department, yang merupakan penjamin keamanan dalam divisi pembelian dan penjualan.
Tidak akan ada pesanan yang akan dikirim tanpa persetujuan controller. Controller bertanggungjawab terhadap rekening perusahaan di bank. Controller mengetahui keadaan keuangan sehingga dapat memutuskan apakah akan melakukan pembelian barang persediaan, jumlah pemesanan barang dinaikkan atau justru dibatalkan.
Pengaman perusahaan pada area penjualan adalah credit department. Melalui pertimbangannya perusahaan akan terlindung dari kehilangan debet yang parah. Credit department juga memiliki kewenangan adalam menentukan penerimaan pesanan, serta mengawasi pembayaran pesanan. Rekening pemasukan perusahaan dipegang oleh credit manajer, yang melakukan supervisi pekerjaan chief collection clerk dan bawahannya,
Departemen akunting ini merupakan model yang baik dalam menjelaskan keterkaitan/ korespondensi antar departemen dalam organisasi. Dari model tersebut dapat diketahui bahwa rutinitas lengkap dalam pemesanan pembelian harus melalui controller hingga purchase bookkeeper dan kembali melalui recieving clerk hingga stock clerk. Sementara untuk pemesanan penjualan harus melalui divisi penjualan yang tentunya melalui credit department hingga sales bookeeper dan shipping clerk. Sistem ini akan berbeda-beda tergantung karakter perusahaan.
BAB IV
BUSINESS ADMINISTRATION DALAM SKN
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah sebuah tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatam masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam SKN terdapat sub sistem upaya kesehatan yang terdiri dari (upaya kesehatan masyarakat) UKM dan UKP secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Berikut ini merupakan prinsip upaya kesehatan, yakni :
1. UKM diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran aktif masyarakat
2. UKP diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha
Administrasi publik dalam SKN diterapkan dalam mengelola program upaya kesehatan masyarakat dimana pemerintah sebagi pengelola tidak mengambil untung dengan berorientasi konsumen. Sedangkan administrasi bisnis nampak pada pengelolaan UKP yang berorientasi pada konsumen dimana ada unsur swasta yang dilibatkan. Berikut ini merupakan gambaran administrasi publik dan administrasi yang ada dalam SKN.
Nuzulul is Studying Public Health
Catatan Kuliah Kesehatan Masyarakat
Jumat, 21 Januari 2011
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Sebagai Kepala Puskesmas:
Salah satu point penting dalam SK Menkes no. 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat adalah kepala puskesmas dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat dan menempati eselon III B.
Organisasi dan Tatalaksana Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Visi yang dimiliki oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Masyarakat hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga mampu untuk memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
Indikator pencapaian yang digunakan untuk mengukur visi ini antara lain lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta derajad kesehatan penduduk kecamatan yang optimal. Konsekuensinya, upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak hanya dalam hal pengobatan (kuratif) tetapi juga meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dengan menilik fungsi puskesmas tersebut, terlihat bahwa peran Puskesmas di luar gedung lebih besar dibandingkan di dalam gedung. Puskesmas perlu lebih banyak melakukan pemantauan pembangunan berwawasan kesehatan. Hal ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri untuk sehat serta berperan aktif dalam pelaksanaan program kesehatan. Kegiatan Puskesmas yang ada di dalam gedung hanya terfokus pada upaya pengobatan. Upaya pengobatan dalam jangka panjang kurang menguntungkan karena biaya untuk pengobatan semakin lama semakin meningkat. Adanya fungsi puskesmas yang lebih terfokus pada kegiatan di luar gedung dari pada di dalam gedung ini, menyebabkan perlu adanya sistem manajemen yang baik terutama dalam bidang manajemen kesehatan masyarakat.
Kompleksnya upaya pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas menuntut adanya sebuah sistem manajemen Puskesmas yang baik meliputi perencanaan, penggerakan, pelaksanaan dan pengawasan, pengendalian dan penilaian. Namun perlu diingat bahwa manajemen merupakan sebuah ilmu dan seni sehingga seorang kepala Puskesmas dituntut untuk memiliki ilmu manajerial dan kemampuan mengoptimalkan ilmu itu yang dalam hal ini berada dalam konteks kesehatan.
Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Berdasarkan penjelasan di atas, tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) baik strata satu maupun strata dua adalah salah satu tenaga di bidang kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat, maka kompetensi sarjana kesehatan masyarakat khususnya jurusan administrasi kebijakan kesehatan, dalam kaitannya dengan manajemen puskesmas sudah memadai.
Seorang calon sarjana kesehatan masyarakat harus mampu menyelesaikan mata kuliah organisasi, manajemen, perencanaan dan evaluasi , pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, manajemen strategik kesehatan masyarakat, manajemen data, ekonomi kesehatan, kepemimpinan,promosi dan pendidikan kesehatan, sosio antropologi kesehatan, komunikasi kesehatan, etika dan hukum kesehatan serta sistem informasi kesehatan.
Saat ini Puskesmas lebih banyak dipimpin bukan oleh sarjana kesehatan masyarakat, Puskesmas lebih banyak dipimpin oleh tenaga medis dokter maupun dokter gigi. Kompetensi dokter dan dokter gigi sebagai kepala Puskesmas merupakan sebuah over qualified competence. Karena untuk menjadi seorang administrator tidak perlu belajar anatomi, biokimia dan ilmu bedah. Keterampilan dokter jauh lebih bermanfaat untuk clinical care. Meskipun sebagian besar pendidikan dokter memasukkan mata kuliah manajemen program kesehatan masyarakat (lebih kurang untuk kegiatan pelayanan di Puskesmas).
Sebuah penelitian telah dilakukan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tentang perbedaan fungsi manajemen antara Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan non SKM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan fungsi perencanaan, fungsi koordinasi, fungsi penggerakan, fungsi evaluasi, serta angka cakupan program kesehatan pada Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan Non SKM di Kabupaten Grobogan tahun 2007. Kabupaten Grobogan memiliki tiga puluh Puskesmas, lima Puskesmas di antaranya dikepalai oleh SKM, empat Puskesmas dikepalai oleh dokter gigi, dan 21 Puskesmas dikepalai oleh dokter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan fungsi manajemen antara Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan Non SKM pada program kesehatan di Kabupaten Grobogan tahun 2007.
Dari perbandingan kurikulum pendidikan antara SKM dan dokter, terlihat seorang sarjana kesehatan masyarakat lebih memiliki keahlian yang diharapkan untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin Puskesmas. Hal ini karena seorang pemimpin Puskesmas harus mampu merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan manajemen Puskesmas. Namun, keberhasilan kepemimpinan Puskesmas oleh seorang sarjana kesehatan masyarakat berpulang kembali kepada kecerdasan orang tersebut untuk mengaplikasikan ilmunya di Puskesmas. Dengan dasar tersebut, seorang pemimpin puskesmas dibutuhkan dari seorang yang telah menduduki eselon III B dengan harapan orang tersebut telah banyak pengalaman dalam pekerjaannya.
Faktor pengalaman lapangan yang selama ini banyak diperdebatkan memang lebih menguntungkan dokter dan dokter gigi. Kementerian Kesehatan mewajibkan dokter yang baru lulus melaksanakan praktik selama satu tahun di Puskesmas dan rumah sakit. Dengan pengaturan penempatan, nantinya dokter itu akan ditempatkan di Puskesmas selama empat bulan dan di rumah sakit selama delapan bulan. Persyaratan yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan ini menjadi salah satu syarat memperoleh surat tanda registrasi (STR) yang harus dimiliki dokter agar bisa berpraktik. Keuntungan dari program ini bagi dokter adalah menambah pengalaman, meningkatkan ketrampilan dokter, sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
Pendidikan sarjana kesehatan masyarakat sendiri telah memberikan bekal pengalaman bagi sarjananya melalui program magang dan belajar lapangan di instansi kesehatan di Puskesmas. Namun durasi waktunya lebih pendek daripada program magang dokter dan dokter gigi (hanya sekitar dua bulan). Job description mahasiswa magang pun masih belum jelas. Jika dokter dan dokter gigi telah memiliki program yang jelas dengan program kedokteran komunitas, mahasiswa kesehatan masyarakat yang magang tugasnya masih belum jelas. Banyak di antara mahasiswa magang hanya diminta untuk terlibat dalam pelayanan loket. Sehingga kesempatan dalam ikut serta dan belajar langsung tentang manajemen Puskesmas masih belum optimal.
Masih Wacana Efisiensi Dokter Bukan Wacana Kompetensi SKM
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa saat ini dari 8.000-an Puskesmas di Indonesia, sekitar 30% belum memiliki dokter. Kenyataan bahwa disfungsi dokter menjadi kepala Puskesmas dapat mengganggu fungsi puskesmas yang sesungguhnya. Perawat menjalankan praktek pengobatan di Puskesmas dan dokter jadi pengawas dan administrator. Jika dokter mampu untuk menjadi pengawas yang efektif mungkin tidak masalah. Tetapi sedikit sekali fakta yang menunjukkan ada suatu mekanisme dalam pengawasan praktek klinik perawat. Ini tidak menyampingkan bahwa perawat pun sebetulnya ada yang berpraktek secara rasional. Hal ini menunjukkan adanya tumpang tindih job description yang ada di Puskesmas.
Ketua IDI wilayah DKI Jakarta, menyatakan bahwa harus ada kejelasan pada tugas profesi dokter di Puskesmas. Tugas dokter di Puskesmas saat ini tidak
cocok dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang dokter. Karena, dokter
jadi lebih disibukkan oleh tugas manajerial dan jabatannya sebagai pejabat
kecamatan. Ketidakjelasan tugas tersebut jelas akan mempengaruhi kinerja
dokter Puskesmas.
Beberapa studi tentang hal ini telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal
yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang rendah hingga program Puskesmas yang
tidak berjalan. Namun tidak semua dapat dipukul rata karena di lain pihak banyak juga kinerja dokter Puskesmas yang tinggi walaupun harus merangkap jabatan struktural sebagai kepala Puskesmas.
Wacana lain yang sering muncul dalam diskusi kepemimpinan Puskesmas adalah jika Puskesmas dijabat seorang sarjana kesehatan masyarakat akan lebih menguntungkan karena frekuensi kepindahan tidak terlalu cepat bila dibandingkan dokter yang frekuensi kepindahannya lebih cepat mengikuti perannya sebagai dokter yang perlu mengambil pendidikan dokter spesialis. Wacana SKM menjadi kepala Puskesmas juga muncul karena dokter dianggap terlalu over-qualified dalam menjalankan Puskesmas. Untuk menjadi administrator tidak perlu belajar anatomi, biokimia dan ilmu bedah. Keterampilan dokter dianggap akan jauh lebih bermanfaat untuk clinical care.
Dari penjelasan tersebut, terkesan masih mengganggap SKM sebagai warga kelas dua setelah dokter dalam menjadi kepala Puskesmas. Alasan yang utama masih mengakar pada dokter. Tentang dokter yang masih dibutuhkan oleh pasien, tentang dokter yang jumlahnya terbatas, atau bahkan karena dokter yang memiliki mobilitas tinggi. Alasan munculnya wacana SKM menjadi kepala Puskesmas masih belum menyentuh core utama efektivitas kompetensi SKM. Belum pada market trust terhadap kemampuan SKM menjalankan manajerial kesehatan.
SKM masih dianggap terlalu generalis karena studi administrasi kesehatan hanya satu bagian kecil dari pelajaran mereka. Kemapuan manajemen SKM juga selalu ditantang oleh kenyataan rumitnya masalah pelayanan kesehatan yang pada dasarnya dikuasai oleh dokter dan perawat. Meskipun secara teoritis, administrator bisa saja membawahi orang yang lebih tinggi tingkat pendidikannya, tetapi bisa ada semacam hambatan psikologis untuk mengendalikan mereka.
Solusi yang Ditawarkan
Harus ada kejelasan tentang prospek jenjang karir sarjana kesehatan masyarakat. Stakeholder yang terkait harus menyadari ke arah mana SKM akan dikembangkan. Bila memang SKM diniati untuk bisa mengisi jabatan top management Puskesmas atau rumah sakit, maka mahasiswa kesehatan masyarakat dengan kualifikasi dan kompetensi macam apa yang berhak menduduki jabatan tersebut. Untuk lebih memantapkan kompetensinya, SKM harus dibekali secara detail baik teori maupun praktek tentang total quality management of primary care sebagai ciri khas spesifik SKM dengan dokter. Atau jika diperlukan adalah dengan membuat sebuah jenjang keprofesian SKM agar tidak dianggap sebagai bidang ilmu yang generalis.
Untuk menghindari penganakemasan salah satu profesi dalam menduduki jabatan kepala Puskesmas, akan lebih adil jika rekrutmen kepala Puskesmas dilakukan melalui open recruitment. Pemerintah Daerah sebagai pemilik Puskesmas berwenang menetapkan kualifikasi secara terbuka ketika mereka mencari posisi kepala Puskesmas. Siapa saja yang memenuhi syarat dapat mengajukan lamaran. Yang paling penting adalah transparansi dalam hal rekruitmen dan terminasi. Melalui sebuah rangkaian rekruitmen hingga seleksi, Pemerintah akan dapat meramalkan kemampuan yang dimiliki seorang SKM dalam memimpin Puskesmas.
Yang paling utama adalah berikan kesempatan kepada SKM, apakah mereka mampu menjadi kepala Puskesmas. Masalah utama yang muncul adalah tentang kepercayaan para pembuat kebijakan untuk memberi SKM kesempatan menjadi kepala Puskesmas. Sudah banyak kabupaten/ kota di Jawa Timur yang telah memberlakukan kebijakan SKM sebagai kepala Puskesmas. Namun sayangnya tidak dibarengi dengan evaluasi yang menyeluruh.
Pemerintahnya hanya melihat bahwa output yang dihasilkan kepala Puskesmas SKM tidak lebih baik daripada non SKM. Pelayanan kesehatan merupakan sebuah proses yang kompleks sehingga tidak dapat hanya dilihat dari indikator output saja. Justru yang paling penting adalah indikator proses. Masalah juga sering muncul pada indikator input SKM, karena SKM yang ada saat ini ada yang bukan SKM murni. Artinya mereka memiliki dasar pendidikan D3 non kesehatan masyarakat.
Organisasi dan Tatalaksana Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Visi yang dimiliki oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Masyarakat hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga mampu untuk memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
Indikator pencapaian yang digunakan untuk mengukur visi ini antara lain lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta derajad kesehatan penduduk kecamatan yang optimal. Konsekuensinya, upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak hanya dalam hal pengobatan (kuratif) tetapi juga meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dengan menilik fungsi puskesmas tersebut, terlihat bahwa peran Puskesmas di luar gedung lebih besar dibandingkan di dalam gedung. Puskesmas perlu lebih banyak melakukan pemantauan pembangunan berwawasan kesehatan. Hal ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri untuk sehat serta berperan aktif dalam pelaksanaan program kesehatan. Kegiatan Puskesmas yang ada di dalam gedung hanya terfokus pada upaya pengobatan. Upaya pengobatan dalam jangka panjang kurang menguntungkan karena biaya untuk pengobatan semakin lama semakin meningkat. Adanya fungsi puskesmas yang lebih terfokus pada kegiatan di luar gedung dari pada di dalam gedung ini, menyebabkan perlu adanya sistem manajemen yang baik terutama dalam bidang manajemen kesehatan masyarakat.
Kompleksnya upaya pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas menuntut adanya sebuah sistem manajemen Puskesmas yang baik meliputi perencanaan, penggerakan, pelaksanaan dan pengawasan, pengendalian dan penilaian. Namun perlu diingat bahwa manajemen merupakan sebuah ilmu dan seni sehingga seorang kepala Puskesmas dituntut untuk memiliki ilmu manajerial dan kemampuan mengoptimalkan ilmu itu yang dalam hal ini berada dalam konteks kesehatan.
Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Berdasarkan penjelasan di atas, tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) baik strata satu maupun strata dua adalah salah satu tenaga di bidang kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat, maka kompetensi sarjana kesehatan masyarakat khususnya jurusan administrasi kebijakan kesehatan, dalam kaitannya dengan manajemen puskesmas sudah memadai.
Seorang calon sarjana kesehatan masyarakat harus mampu menyelesaikan mata kuliah organisasi, manajemen, perencanaan dan evaluasi , pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, manajemen strategik kesehatan masyarakat, manajemen data, ekonomi kesehatan, kepemimpinan,promosi dan pendidikan kesehatan, sosio antropologi kesehatan, komunikasi kesehatan, etika dan hukum kesehatan serta sistem informasi kesehatan.
Saat ini Puskesmas lebih banyak dipimpin bukan oleh sarjana kesehatan masyarakat, Puskesmas lebih banyak dipimpin oleh tenaga medis dokter maupun dokter gigi. Kompetensi dokter dan dokter gigi sebagai kepala Puskesmas merupakan sebuah over qualified competence. Karena untuk menjadi seorang administrator tidak perlu belajar anatomi, biokimia dan ilmu bedah. Keterampilan dokter jauh lebih bermanfaat untuk clinical care. Meskipun sebagian besar pendidikan dokter memasukkan mata kuliah manajemen program kesehatan masyarakat (lebih kurang untuk kegiatan pelayanan di Puskesmas).
Sebuah penelitian telah dilakukan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tentang perbedaan fungsi manajemen antara Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan non SKM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan fungsi perencanaan, fungsi koordinasi, fungsi penggerakan, fungsi evaluasi, serta angka cakupan program kesehatan pada Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan Non SKM di Kabupaten Grobogan tahun 2007. Kabupaten Grobogan memiliki tiga puluh Puskesmas, lima Puskesmas di antaranya dikepalai oleh SKM, empat Puskesmas dikepalai oleh dokter gigi, dan 21 Puskesmas dikepalai oleh dokter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan fungsi manajemen antara Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan Non SKM pada program kesehatan di Kabupaten Grobogan tahun 2007.
Dari perbandingan kurikulum pendidikan antara SKM dan dokter, terlihat seorang sarjana kesehatan masyarakat lebih memiliki keahlian yang diharapkan untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin Puskesmas. Hal ini karena seorang pemimpin Puskesmas harus mampu merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan manajemen Puskesmas. Namun, keberhasilan kepemimpinan Puskesmas oleh seorang sarjana kesehatan masyarakat berpulang kembali kepada kecerdasan orang tersebut untuk mengaplikasikan ilmunya di Puskesmas. Dengan dasar tersebut, seorang pemimpin puskesmas dibutuhkan dari seorang yang telah menduduki eselon III B dengan harapan orang tersebut telah banyak pengalaman dalam pekerjaannya.
Faktor pengalaman lapangan yang selama ini banyak diperdebatkan memang lebih menguntungkan dokter dan dokter gigi. Kementerian Kesehatan mewajibkan dokter yang baru lulus melaksanakan praktik selama satu tahun di Puskesmas dan rumah sakit. Dengan pengaturan penempatan, nantinya dokter itu akan ditempatkan di Puskesmas selama empat bulan dan di rumah sakit selama delapan bulan. Persyaratan yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan ini menjadi salah satu syarat memperoleh surat tanda registrasi (STR) yang harus dimiliki dokter agar bisa berpraktik. Keuntungan dari program ini bagi dokter adalah menambah pengalaman, meningkatkan ketrampilan dokter, sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
Pendidikan sarjana kesehatan masyarakat sendiri telah memberikan bekal pengalaman bagi sarjananya melalui program magang dan belajar lapangan di instansi kesehatan di Puskesmas. Namun durasi waktunya lebih pendek daripada program magang dokter dan dokter gigi (hanya sekitar dua bulan). Job description mahasiswa magang pun masih belum jelas. Jika dokter dan dokter gigi telah memiliki program yang jelas dengan program kedokteran komunitas, mahasiswa kesehatan masyarakat yang magang tugasnya masih belum jelas. Banyak di antara mahasiswa magang hanya diminta untuk terlibat dalam pelayanan loket. Sehingga kesempatan dalam ikut serta dan belajar langsung tentang manajemen Puskesmas masih belum optimal.
Masih Wacana Efisiensi Dokter Bukan Wacana Kompetensi SKM
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa saat ini dari 8.000-an Puskesmas di Indonesia, sekitar 30% belum memiliki dokter. Kenyataan bahwa disfungsi dokter menjadi kepala Puskesmas dapat mengganggu fungsi puskesmas yang sesungguhnya. Perawat menjalankan praktek pengobatan di Puskesmas dan dokter jadi pengawas dan administrator. Jika dokter mampu untuk menjadi pengawas yang efektif mungkin tidak masalah. Tetapi sedikit sekali fakta yang menunjukkan ada suatu mekanisme dalam pengawasan praktek klinik perawat. Ini tidak menyampingkan bahwa perawat pun sebetulnya ada yang berpraktek secara rasional. Hal ini menunjukkan adanya tumpang tindih job description yang ada di Puskesmas.
Ketua IDI wilayah DKI Jakarta, menyatakan bahwa harus ada kejelasan pada tugas profesi dokter di Puskesmas. Tugas dokter di Puskesmas saat ini tidak
cocok dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang dokter. Karena, dokter
jadi lebih disibukkan oleh tugas manajerial dan jabatannya sebagai pejabat
kecamatan. Ketidakjelasan tugas tersebut jelas akan mempengaruhi kinerja
dokter Puskesmas.
Beberapa studi tentang hal ini telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal
yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang rendah hingga program Puskesmas yang
tidak berjalan. Namun tidak semua dapat dipukul rata karena di lain pihak banyak juga kinerja dokter Puskesmas yang tinggi walaupun harus merangkap jabatan struktural sebagai kepala Puskesmas.
Wacana lain yang sering muncul dalam diskusi kepemimpinan Puskesmas adalah jika Puskesmas dijabat seorang sarjana kesehatan masyarakat akan lebih menguntungkan karena frekuensi kepindahan tidak terlalu cepat bila dibandingkan dokter yang frekuensi kepindahannya lebih cepat mengikuti perannya sebagai dokter yang perlu mengambil pendidikan dokter spesialis. Wacana SKM menjadi kepala Puskesmas juga muncul karena dokter dianggap terlalu over-qualified dalam menjalankan Puskesmas. Untuk menjadi administrator tidak perlu belajar anatomi, biokimia dan ilmu bedah. Keterampilan dokter dianggap akan jauh lebih bermanfaat untuk clinical care.
Dari penjelasan tersebut, terkesan masih mengganggap SKM sebagai warga kelas dua setelah dokter dalam menjadi kepala Puskesmas. Alasan yang utama masih mengakar pada dokter. Tentang dokter yang masih dibutuhkan oleh pasien, tentang dokter yang jumlahnya terbatas, atau bahkan karena dokter yang memiliki mobilitas tinggi. Alasan munculnya wacana SKM menjadi kepala Puskesmas masih belum menyentuh core utama efektivitas kompetensi SKM. Belum pada market trust terhadap kemampuan SKM menjalankan manajerial kesehatan.
SKM masih dianggap terlalu generalis karena studi administrasi kesehatan hanya satu bagian kecil dari pelajaran mereka. Kemapuan manajemen SKM juga selalu ditantang oleh kenyataan rumitnya masalah pelayanan kesehatan yang pada dasarnya dikuasai oleh dokter dan perawat. Meskipun secara teoritis, administrator bisa saja membawahi orang yang lebih tinggi tingkat pendidikannya, tetapi bisa ada semacam hambatan psikologis untuk mengendalikan mereka.
Solusi yang Ditawarkan
Harus ada kejelasan tentang prospek jenjang karir sarjana kesehatan masyarakat. Stakeholder yang terkait harus menyadari ke arah mana SKM akan dikembangkan. Bila memang SKM diniati untuk bisa mengisi jabatan top management Puskesmas atau rumah sakit, maka mahasiswa kesehatan masyarakat dengan kualifikasi dan kompetensi macam apa yang berhak menduduki jabatan tersebut. Untuk lebih memantapkan kompetensinya, SKM harus dibekali secara detail baik teori maupun praktek tentang total quality management of primary care sebagai ciri khas spesifik SKM dengan dokter. Atau jika diperlukan adalah dengan membuat sebuah jenjang keprofesian SKM agar tidak dianggap sebagai bidang ilmu yang generalis.
Untuk menghindari penganakemasan salah satu profesi dalam menduduki jabatan kepala Puskesmas, akan lebih adil jika rekrutmen kepala Puskesmas dilakukan melalui open recruitment. Pemerintah Daerah sebagai pemilik Puskesmas berwenang menetapkan kualifikasi secara terbuka ketika mereka mencari posisi kepala Puskesmas. Siapa saja yang memenuhi syarat dapat mengajukan lamaran. Yang paling penting adalah transparansi dalam hal rekruitmen dan terminasi. Melalui sebuah rangkaian rekruitmen hingga seleksi, Pemerintah akan dapat meramalkan kemampuan yang dimiliki seorang SKM dalam memimpin Puskesmas.
Yang paling utama adalah berikan kesempatan kepada SKM, apakah mereka mampu menjadi kepala Puskesmas. Masalah utama yang muncul adalah tentang kepercayaan para pembuat kebijakan untuk memberi SKM kesempatan menjadi kepala Puskesmas. Sudah banyak kabupaten/ kota di Jawa Timur yang telah memberlakukan kebijakan SKM sebagai kepala Puskesmas. Namun sayangnya tidak dibarengi dengan evaluasi yang menyeluruh.
Pemerintahnya hanya melihat bahwa output yang dihasilkan kepala Puskesmas SKM tidak lebih baik daripada non SKM. Pelayanan kesehatan merupakan sebuah proses yang kompleks sehingga tidak dapat hanya dilihat dari indikator output saja. Justru yang paling penting adalah indikator proses. Masalah juga sering muncul pada indikator input SKM, karena SKM yang ada saat ini ada yang bukan SKM murni. Artinya mereka memiliki dasar pendidikan D3 non kesehatan masyarakat.
Jumat, 05 Juni 2009
Masa Depan Promosi Kesehatan Terkait Penguatan Inisiatif Program Menuju Tercapainya Indonesia Sehat 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kesehatan merupakan ilmu yang dituntut untuk selalu berkembang sesuai perkembangan masyarakat. Hal ini berjalan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi yang selalu berefek pada kesehatan manusia. Dengan kemajuan teknologi yang terjadi seperti sekarang, dunia kedokteran memang ikut dan harus berkembang agar mengimbangi jumlah dan ragam penyakit juga ikut bertambah. Hasil samping teknologi seperti limbah industri dan polusi akibat buangan kendaraan bermotor telah mengubah transisi penyakit dari akut ke degeneratif. Transisi ini juga berdampak pada risiko morditas dan mortalitas manusia yang berubah drastis.
Usaha manusia manusia dalam menjaga kesehatan perlu diperkuat karena pengobatan bukan merupakan cara efektif dalam menghindari risiko modernisasi ini. Pengetahuan manusia mengenai teknik pencegahan penyakit perlu diperkuat. Saat ini, orientasi kesehatan masih terfokus pada ilmu pencegahan penyakit saja. Perhatian utama hanya tertuju pada pencegahan penyakit dan berbagai ancaman risiko yang memudahkan terjadinya penularan yang mengganggu kesehatan manusia. Kemampuan dalam mengoptimalkan kesehatan manusia dalam mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya belum terarah. Keadaan internal masyarakat belum diperhitungkan dalam mencapai status ini (A. A. Gde Muninjaya,2004).
Keadaan internal yang dimaksud adalah bagaimana masyarakat dapat mencegah penyakit dan menjaga kesehatannya melalui usahanya sendiri. Ketahanan masyarakat dalam menjaga status kesehatannya ini akan mendukung program Indonesia Sehat 2010. Program pemerintah ini harus dilakukan dengan menimbang berbagai faktor strategis dalam kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang tersusun dari berbagai latar belakang berbeda harus dibedakan dalam pemberian treatment untuk mengoptimalkan berbagai upaya dalam pemberdayaan kemampuan masyarakat. Kerjasama lintas sektor dan pengupayaan kemampuan masyarakat ini harus teprogram dan terus dikembangkan sesuai perkembangan zaman.
Human Development Index (HDI) yang diterbitkan oleh United Nations Development Program setiap tahunnya, menempatkan Indonesia pada ranking yang ke-105 di antara 180 negara di dunia (1999). Pada tahun 2002, Indonesia berada di ranking ke-110 di antara 162 negara. Sedangkan Vietnam yang pada tahun 1995 berada di ranking ke-117, telah berada di ranking ke-95 di antara 162 negara. HDI Vietnam lebih baik dari Indonesia. Ada 3 (tiga ) domain utama yang dinilai pada HDI tersebut yaitu: 1) Kesehatan, di urutan pertama, 2) Pendidikan, di urutan kedua. dan 3) Ekonomi, di urutan ketiga. Hasil HDI inilah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan Indosnesia.
Ketiga domain tersebut saling berinteraksi dan berinter-relasi satu dengan yang lainnya. Yang menjadi fokus disini adalah pendidikan akan mempengaruhi tingkat kesehatan. Mengacu pada hubungan itu maka kesehatan manusia dapat ditingkatkan dengan pendidikan yang baik. Pendidikan kesehatan menjadi unsur penting dalam usaha promosi kesehatan. Masa depan promosi kesehatan harus punya tujuan, indikator yang jelas serta pelaksanaan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat sasaran serta sejalan dengan program Indonesia Sehat 2010. Promosi kesehatan harus diprogram dan direvisi agar pesan program dapat tertanam kuat pada tiap individu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Promosi Kesehatan Indonesia
Sudah sekitar dua puluh tahun berlalu sejak ditetapkannya Ottawa Charter tahun 1986, dokumen mengenai promosi kesehatan dunia, keadaan dunia telah berubah secara drastis. Penemuan teknologi, perawatan kesehatan, degradasi lingkungan, meningkatnya dampak globalisasi dan perubahan tren sosial hanyalah sedikit contoh dari perubahan karakteristik masyarakat. Setiap perubahan yang terjadi memberikan dampak pada tingkat kesehatan serta berikatan erat dengan teknik promosi kesehatan yang ada pada masyarakat (AHPA, 2006).
Promosi kesehatan Indonesia membantu masyarakat agar mampu melaksanakan perilaku hidup bersih sehat untuk menolong diri sendiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM). Hal ini dicapai melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Saenun MS, 2008). Setelah melalui berbagai pertimbangan dalam melihat masalah yang dihadapi Indonesia serta risiko apa yang akan dihadapi di masa depan, maka promosi kesehatan Indonesia lebih diarahkan pada pembentukan perilaku hidup bersih sehat.
Promosi kesehatan yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia beberapa tahun terakhir belum tercapai secara optimal karena beberapa alasan, antara lain
1. Pendekatan yang lebih bersifat top-down
Program kesehatan umumnya dirancang dari atas dan kurang melibatkan para petugas di lapangan dan masyarakat itu sendiri. Usaha ini dijalankan lebih berdasarkan instruksi dan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang telah disusun dari atas dan dijalankan secara sangat kaku. Usaha kesehatan atas inisiatif dari bawah dan diprakasai oleh masyarakat sendiri berdasarkan kebutuhan dan kemampuan serta situasi kondisi mereka sendiri kurang begitu dihargai. Akibatnya, program kesehatan lebih dijalankan selama ini secara skala nasional dengan menyeragamkan seluruh daerah dan kurang memperhatikan adanya perbedaan kebutuhan serta situasi kondisi lingkungan masing-masing daerah.
2. Indikator keberhasilan lebih bersifat kuantitatif ketimbang kualitatif.
Keberhasilan program kesehatan masih lebih sering ditonjolkan pada angka seperti berapa banyak Puskesmas didirikan, berapa banyak rumah sakit dibangun, berapa banyak tenaga kesehatan ditempatkan dan lain-lain. Namun kurang diukur dari misalnya kepuasan masyarakat akan pelayanan yang diberikan atau meningkatnya kesadaran dan peran masyarakat dalam menjaga dan mengatasi sendiri masalah kesehatan mereka.
Permasalahan yang terjadi ini harus dikembalikan lagi pada jalur promosi kesehatan yang benar berdasar standar internasional yang tercantum dalam Ottawa Charter. Dokumen ini berisi berbagai petunjuk dan uraian program promosi kesehatan apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dalam suatu negara. Aspek pengembangan skill personal, pengkondisian lingkungan yang mendukung program, pengadaan kebijakan dalam hal kesehatan masyarakat, pengorientasian ulang pelayanan kesehatan dan penggalakan aktualisasi komunitas menjadi hal yang mendasar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan program promosi kesehatan.
2.2. Hak Kesehatan: Pemahaman Menuju Insisiasi Program
Masyarakat merupakan populasi manusia yang terus mengalami perkembangan. Tingkat pendidikan yang beragam telah mempengaruhi apa dan bagaimana pemenuhan seseorang akan pelayanan kesehatan. Pekembangan zaman menghadirkan sebuah transisi penyakit dalam tinjauan epidemiologi. Menurut Epidemilogi akan terjadi perubahan karakteristik penyakit dari akut menjadi degenarif. Hal ini terjadi karena perubahan pola hidup masyarakat seiring modernisasi.
Modernisasi menjadi kata kunci dalam pelaksanaan promosi kesehatan di masa depan. Budaya dan arus informasi akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan media. Berbagai media baik cetak dan elektronik terus berkembang. Promotor kesehatan harus konsisten dan terus mengasah kemampuan identifikasi masalah dan observasi khalayak sasaran. Sasaran yang berpendidikan tinggi dengan akses informasi yang cepat tentu akan berbeda dengan sasaran yang hanya sedikit pengetahuan dan lemah akan perubahan informasi. Konten informasi yang akan disamapaikan juga berpengaruh pada penanaman pesan. Pesan yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan sasaran.
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa di masa depan masyarakat akan lebih kritis dalam menuntut pemenuhan kebutuhan kesehatan. Program promosi kesehatan harus mampu menjalankan tugasnya sebagai program advokasi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena mereka telah mampu untuk menghubungkan mengenai kebutuhan mereka dalam pemenuhan hak asasi manusia akan kesehatan. Diagram WHO mengenai hubungan kesehatan dengan hak asasi manusia dapat dilihat pada diagram berikut.
Di masa depan, masyarakat akan mengetahui apa yang akan dihadapi pada kondisi lingkungan baik hayati maupun non hayati dengan baik. Pemahaman ini merupakan keadaan yang terjadi karena pesatnya jalur komunikasi Dalam memandang kondisi kesehatan serta risiko yang menyertainya di masa depan, manusia akan menghubungkan kebutuhan kesehatannya melalui sebuah aturan hak kesehatan yang tergambar dalam diagram WHO di atas. Salah satu kategori yang penting adalah mengenai promosi dalam penegakkan hak asasi manusia melalui pengembangan kesehatan.
Sudah jelas dalam kategori ini disebutkan bahwa dalam pemenuhan kesehatan manusia harus selalu diperhatikan mengenai pemenuhan :
• Hak partisipasi
Seseorang punya hak untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan kesehatannnya, apa yang harus dilakukan dalam menjaga kesehatannya dan melakukan berbagai upaya untuk memelihara kesehatannya dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri.
• Kebebasan dari diskriminasi
Provider kesehatan tidak boleh membedakan konsumen kesehatan sesuai kelompok ras, agama maupun suku. Semua orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sama. Namun dalam menjalankan tugasnya, provider kesehatan juga tidak diperbolehkan untuk menyamaratakan semua kasus kesehatan tanpa identifikasi masalah yang cermat.
• Hak untuk memperoleh informasi
Baik provider maupun konsumen pelayanan kesehatan harus dijamin kemudahan memperoleh informasi. Pengetahuan yang didapat ini dijadikan modal awal dalam penentuan status kesehatan. Status kesehatan akan dijadikan dasar dalam berpartisipasi aktif saat pembentukan ketahanan kesehatan masyarakat.
• Hak privacy
Kerahasiaan status kesehatan seseorang harus dijamin. Provider tidak boleh mengumbar berita mengenai kesehatan konsumennya dengan alasan apapun kecuali dengan izin konsumen. Hal ini penting karena dikhawatirkan status kesehatan seseorang dapat mempengaruhi kehidupan sosialnya.
Kategori ini menunjukan bahwa promosi kesehatan di masa depan tidak hanya mengarah pada pemberdayaan masyarakat secara biomedis, fisik dan financial namun lebih pada penguatan mindstream bahwa dalam pengupayaan kesehatan juga harus dilandasi dengan kemampuan dalam menjaga keadaan kesehatan dalam konteks hukum serta social.
Jelas bahwa paradigma sehat sebagai sebuah konsep pemikiran, tidak hanya dapat dicapai dalam pendampingan dan pemberdayaan oleh tenaga/ahli kesehatan atau kedokteran saja. Paradigma sehat merupakan konsep pemikiran yang dalam pelaksanaanya juga diperlukan banyak disiplin keilmuan, ahli ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan budaya, ilmu-ilmu teknik. ilmu gizi, ilmu-ilmu perilaku, ilmu-ilmu agama, dan tidak kalah penting, yaitu pengambil keputusan politik pembangunan negara dan wilayah/daerah.
‘Pembangunan berwawasan kesehatan merupakan hak asasi manusia’
(Farid Anfasa Moeloek, 2003)
Pembangunan yang tidak mengindahkan dampak positif dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, kesehatan lingkungan, kesehatan sosial, dan kesehatan budaya merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia.
Pemberdayaan masyarakat, kerjasama lintas sektor dengan sistem-sistemnya yang
terintegrasi, dan profesionalisme merupakan kata-kata kunci dalam perwujudan Paradigma Sehat menuju Indonesia Sehat 2010. Sebagai paradigma, dan juga sebagai pengawal (the gardians) dari kesehatan individu, kesehatan keluarga, dan kesehatan masyarakat, ketiga kata kunci ini terangkum dalam Promosi Kesehatan.
2.3. Promosi Kesehatan yang Ideal di Masa Depan
Meninjau dari berbagai kebutuhan kesehatan masyarakat di masa depan, promosi kesehatan yang tetap mengoptimalkan advokasi, social support, dan bina suasana tetap menjadi andalan. Di masa depan, ketiga usaha itu akan lebih baik jika tidak hanya mempromosikan mengenai aspek biomedis saja. Masyarakat harus lebih sadar mengenai pemahaman tentang hak kesehatan manusia. Ketika mereka telah paham maka pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan hak kesehatan bagi seluruh umat manusia dapat terpenuhi. Hak kesehatan yang telah terpenuhi dengan sendirinya membawa derajat kesehatan manusia pada titik yang optimal.
Program Indonesia Sehat 2010 juga perlu menyadarkan masyarkat agar keberadaan hak kesehatan yang dimilki setiap warganegara dapat mereka penuhi dengan usaha sendiri. Promosi kesehatan biomedis yang diperkuat dengan promosi kesehatan tentang hak hukum akan kesehatan tentu memperkuat pembangunan yang berwawasan kesehatan. Dengan pemberdayaan masyarakat pada sector hukum ini, menjadikan visi Indonesia Sehat 2010 mencakup dua aspek penting kehidupan, 1) aspek biologis yakni bagaiman tindakan nyata manusia dalam menjaga kesehatan dengan kemampuannya sendiri dan 2) aspek hukum bagaimana manusia itu menyadari tentang pentingnya pemenuhan hak kesehatan bagi diri mereka sehingga dengan kesadaran pribadi akan melakukan tindakan menuju Indonesia Sehat 2010.
Promosi kesehatan yang memiliki sasaran untuk menciptakan perilaku hidup bersih sehat dan terwujudnya posyandu aktif pada 2010, juga terus dapat diraih dengan strategi dasar yang telah dirumuskan. Pada tahap ini, pemberdayaan masyrakat tentang pengetahuan hak kesehatan akan lebih menyadarkan mereka akan pemenuhan hak yang menuntut untuk segera dipenuhi. Dengan begitu mereka dengan kemauan sendiri melakukan upaya kesehatan. Peran inilah yang diperoleh ketika masyarakat telah mampu memberdayakan pemahaman tentang pemenuhan hak kesehatan.
BAB III
SIMPULAN
1. Masa depan promosi kesehatan harus mencakup aspek biomedik, yakni penguatan dan pemberdayaan masyarakat agar dapat menjalankan program kesehatan dengan kemampuan sendiri, namun juga pada aspek pemberdayaan pemahaman agar kemauan seseorang untuk hidup sehat dapat muncul atas inisiatif pribadi.
2. Grand strategy dalam promosi kesehatan Indonesia harus bertumpu pada Program Indonesia Sehat 2010 demi suksesnya pembangunan nasional berlandaskan kesehatan.
3. Strategi penyampaian pesan dan konten pesan harus disesuaikan dengan perkembanagn zaman yang terus mengalami perubahan di bidang teknologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Moeloek, Farid Anfasa. 2003. Hak Untuk Hidup Sehat (Paradigma Sehat). Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI.
Muninjaya, A. A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.
Rivin, Beth E..2003. Why Health and Human Rights are Important. Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI.
Saenun MS. 2007. Buku Ajar PKIP. Surabaya : Laboratarium AVA dan Media Informatika Kesehatan Departemen PKIP FKM UNAIR.
Slamet, Juli Soemirat. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sparks, Michael. 2005. A Health Promotion Conference Reflecting on the Past and Creating a Vision for the Future. Canberra : AHPA Publisher.
PENDAHULUAN
Ilmu kesehatan merupakan ilmu yang dituntut untuk selalu berkembang sesuai perkembangan masyarakat. Hal ini berjalan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi yang selalu berefek pada kesehatan manusia. Dengan kemajuan teknologi yang terjadi seperti sekarang, dunia kedokteran memang ikut dan harus berkembang agar mengimbangi jumlah dan ragam penyakit juga ikut bertambah. Hasil samping teknologi seperti limbah industri dan polusi akibat buangan kendaraan bermotor telah mengubah transisi penyakit dari akut ke degeneratif. Transisi ini juga berdampak pada risiko morditas dan mortalitas manusia yang berubah drastis.
Usaha manusia manusia dalam menjaga kesehatan perlu diperkuat karena pengobatan bukan merupakan cara efektif dalam menghindari risiko modernisasi ini. Pengetahuan manusia mengenai teknik pencegahan penyakit perlu diperkuat. Saat ini, orientasi kesehatan masih terfokus pada ilmu pencegahan penyakit saja. Perhatian utama hanya tertuju pada pencegahan penyakit dan berbagai ancaman risiko yang memudahkan terjadinya penularan yang mengganggu kesehatan manusia. Kemampuan dalam mengoptimalkan kesehatan manusia dalam mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya belum terarah. Keadaan internal masyarakat belum diperhitungkan dalam mencapai status ini (A. A. Gde Muninjaya,2004).
Keadaan internal yang dimaksud adalah bagaimana masyarakat dapat mencegah penyakit dan menjaga kesehatannya melalui usahanya sendiri. Ketahanan masyarakat dalam menjaga status kesehatannya ini akan mendukung program Indonesia Sehat 2010. Program pemerintah ini harus dilakukan dengan menimbang berbagai faktor strategis dalam kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang tersusun dari berbagai latar belakang berbeda harus dibedakan dalam pemberian treatment untuk mengoptimalkan berbagai upaya dalam pemberdayaan kemampuan masyarakat. Kerjasama lintas sektor dan pengupayaan kemampuan masyarakat ini harus teprogram dan terus dikembangkan sesuai perkembangan zaman.
Human Development Index (HDI) yang diterbitkan oleh United Nations Development Program setiap tahunnya, menempatkan Indonesia pada ranking yang ke-105 di antara 180 negara di dunia (1999). Pada tahun 2002, Indonesia berada di ranking ke-110 di antara 162 negara. Sedangkan Vietnam yang pada tahun 1995 berada di ranking ke-117, telah berada di ranking ke-95 di antara 162 negara. HDI Vietnam lebih baik dari Indonesia. Ada 3 (tiga ) domain utama yang dinilai pada HDI tersebut yaitu: 1) Kesehatan, di urutan pertama, 2) Pendidikan, di urutan kedua. dan 3) Ekonomi, di urutan ketiga. Hasil HDI inilah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan Indosnesia.
Ketiga domain tersebut saling berinteraksi dan berinter-relasi satu dengan yang lainnya. Yang menjadi fokus disini adalah pendidikan akan mempengaruhi tingkat kesehatan. Mengacu pada hubungan itu maka kesehatan manusia dapat ditingkatkan dengan pendidikan yang baik. Pendidikan kesehatan menjadi unsur penting dalam usaha promosi kesehatan. Masa depan promosi kesehatan harus punya tujuan, indikator yang jelas serta pelaksanaan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat sasaran serta sejalan dengan program Indonesia Sehat 2010. Promosi kesehatan harus diprogram dan direvisi agar pesan program dapat tertanam kuat pada tiap individu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Promosi Kesehatan Indonesia
Sudah sekitar dua puluh tahun berlalu sejak ditetapkannya Ottawa Charter tahun 1986, dokumen mengenai promosi kesehatan dunia, keadaan dunia telah berubah secara drastis. Penemuan teknologi, perawatan kesehatan, degradasi lingkungan, meningkatnya dampak globalisasi dan perubahan tren sosial hanyalah sedikit contoh dari perubahan karakteristik masyarakat. Setiap perubahan yang terjadi memberikan dampak pada tingkat kesehatan serta berikatan erat dengan teknik promosi kesehatan yang ada pada masyarakat (AHPA, 2006).
Promosi kesehatan Indonesia membantu masyarakat agar mampu melaksanakan perilaku hidup bersih sehat untuk menolong diri sendiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM). Hal ini dicapai melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Saenun MS, 2008). Setelah melalui berbagai pertimbangan dalam melihat masalah yang dihadapi Indonesia serta risiko apa yang akan dihadapi di masa depan, maka promosi kesehatan Indonesia lebih diarahkan pada pembentukan perilaku hidup bersih sehat.
Promosi kesehatan yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia beberapa tahun terakhir belum tercapai secara optimal karena beberapa alasan, antara lain
1. Pendekatan yang lebih bersifat top-down
Program kesehatan umumnya dirancang dari atas dan kurang melibatkan para petugas di lapangan dan masyarakat itu sendiri. Usaha ini dijalankan lebih berdasarkan instruksi dan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang telah disusun dari atas dan dijalankan secara sangat kaku. Usaha kesehatan atas inisiatif dari bawah dan diprakasai oleh masyarakat sendiri berdasarkan kebutuhan dan kemampuan serta situasi kondisi mereka sendiri kurang begitu dihargai. Akibatnya, program kesehatan lebih dijalankan selama ini secara skala nasional dengan menyeragamkan seluruh daerah dan kurang memperhatikan adanya perbedaan kebutuhan serta situasi kondisi lingkungan masing-masing daerah.
2. Indikator keberhasilan lebih bersifat kuantitatif ketimbang kualitatif.
Keberhasilan program kesehatan masih lebih sering ditonjolkan pada angka seperti berapa banyak Puskesmas didirikan, berapa banyak rumah sakit dibangun, berapa banyak tenaga kesehatan ditempatkan dan lain-lain. Namun kurang diukur dari misalnya kepuasan masyarakat akan pelayanan yang diberikan atau meningkatnya kesadaran dan peran masyarakat dalam menjaga dan mengatasi sendiri masalah kesehatan mereka.
Permasalahan yang terjadi ini harus dikembalikan lagi pada jalur promosi kesehatan yang benar berdasar standar internasional yang tercantum dalam Ottawa Charter. Dokumen ini berisi berbagai petunjuk dan uraian program promosi kesehatan apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dalam suatu negara. Aspek pengembangan skill personal, pengkondisian lingkungan yang mendukung program, pengadaan kebijakan dalam hal kesehatan masyarakat, pengorientasian ulang pelayanan kesehatan dan penggalakan aktualisasi komunitas menjadi hal yang mendasar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan program promosi kesehatan.
2.2. Hak Kesehatan: Pemahaman Menuju Insisiasi Program
Masyarakat merupakan populasi manusia yang terus mengalami perkembangan. Tingkat pendidikan yang beragam telah mempengaruhi apa dan bagaimana pemenuhan seseorang akan pelayanan kesehatan. Pekembangan zaman menghadirkan sebuah transisi penyakit dalam tinjauan epidemiologi. Menurut Epidemilogi akan terjadi perubahan karakteristik penyakit dari akut menjadi degenarif. Hal ini terjadi karena perubahan pola hidup masyarakat seiring modernisasi.
Modernisasi menjadi kata kunci dalam pelaksanaan promosi kesehatan di masa depan. Budaya dan arus informasi akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan media. Berbagai media baik cetak dan elektronik terus berkembang. Promotor kesehatan harus konsisten dan terus mengasah kemampuan identifikasi masalah dan observasi khalayak sasaran. Sasaran yang berpendidikan tinggi dengan akses informasi yang cepat tentu akan berbeda dengan sasaran yang hanya sedikit pengetahuan dan lemah akan perubahan informasi. Konten informasi yang akan disamapaikan juga berpengaruh pada penanaman pesan. Pesan yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan sasaran.
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa di masa depan masyarakat akan lebih kritis dalam menuntut pemenuhan kebutuhan kesehatan. Program promosi kesehatan harus mampu menjalankan tugasnya sebagai program advokasi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena mereka telah mampu untuk menghubungkan mengenai kebutuhan mereka dalam pemenuhan hak asasi manusia akan kesehatan. Diagram WHO mengenai hubungan kesehatan dengan hak asasi manusia dapat dilihat pada diagram berikut.
Di masa depan, masyarakat akan mengetahui apa yang akan dihadapi pada kondisi lingkungan baik hayati maupun non hayati dengan baik. Pemahaman ini merupakan keadaan yang terjadi karena pesatnya jalur komunikasi Dalam memandang kondisi kesehatan serta risiko yang menyertainya di masa depan, manusia akan menghubungkan kebutuhan kesehatannya melalui sebuah aturan hak kesehatan yang tergambar dalam diagram WHO di atas. Salah satu kategori yang penting adalah mengenai promosi dalam penegakkan hak asasi manusia melalui pengembangan kesehatan.
Sudah jelas dalam kategori ini disebutkan bahwa dalam pemenuhan kesehatan manusia harus selalu diperhatikan mengenai pemenuhan :
• Hak partisipasi
Seseorang punya hak untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan kesehatannnya, apa yang harus dilakukan dalam menjaga kesehatannya dan melakukan berbagai upaya untuk memelihara kesehatannya dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri.
• Kebebasan dari diskriminasi
Provider kesehatan tidak boleh membedakan konsumen kesehatan sesuai kelompok ras, agama maupun suku. Semua orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sama. Namun dalam menjalankan tugasnya, provider kesehatan juga tidak diperbolehkan untuk menyamaratakan semua kasus kesehatan tanpa identifikasi masalah yang cermat.
• Hak untuk memperoleh informasi
Baik provider maupun konsumen pelayanan kesehatan harus dijamin kemudahan memperoleh informasi. Pengetahuan yang didapat ini dijadikan modal awal dalam penentuan status kesehatan. Status kesehatan akan dijadikan dasar dalam berpartisipasi aktif saat pembentukan ketahanan kesehatan masyarakat.
• Hak privacy
Kerahasiaan status kesehatan seseorang harus dijamin. Provider tidak boleh mengumbar berita mengenai kesehatan konsumennya dengan alasan apapun kecuali dengan izin konsumen. Hal ini penting karena dikhawatirkan status kesehatan seseorang dapat mempengaruhi kehidupan sosialnya.
Kategori ini menunjukan bahwa promosi kesehatan di masa depan tidak hanya mengarah pada pemberdayaan masyarakat secara biomedis, fisik dan financial namun lebih pada penguatan mindstream bahwa dalam pengupayaan kesehatan juga harus dilandasi dengan kemampuan dalam menjaga keadaan kesehatan dalam konteks hukum serta social.
Jelas bahwa paradigma sehat sebagai sebuah konsep pemikiran, tidak hanya dapat dicapai dalam pendampingan dan pemberdayaan oleh tenaga/ahli kesehatan atau kedokteran saja. Paradigma sehat merupakan konsep pemikiran yang dalam pelaksanaanya juga diperlukan banyak disiplin keilmuan, ahli ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan budaya, ilmu-ilmu teknik. ilmu gizi, ilmu-ilmu perilaku, ilmu-ilmu agama, dan tidak kalah penting, yaitu pengambil keputusan politik pembangunan negara dan wilayah/daerah.
‘Pembangunan berwawasan kesehatan merupakan hak asasi manusia’
(Farid Anfasa Moeloek, 2003)
Pembangunan yang tidak mengindahkan dampak positif dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, kesehatan lingkungan, kesehatan sosial, dan kesehatan budaya merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia.
Pemberdayaan masyarakat, kerjasama lintas sektor dengan sistem-sistemnya yang
terintegrasi, dan profesionalisme merupakan kata-kata kunci dalam perwujudan Paradigma Sehat menuju Indonesia Sehat 2010. Sebagai paradigma, dan juga sebagai pengawal (the gardians) dari kesehatan individu, kesehatan keluarga, dan kesehatan masyarakat, ketiga kata kunci ini terangkum dalam Promosi Kesehatan.
2.3. Promosi Kesehatan yang Ideal di Masa Depan
Meninjau dari berbagai kebutuhan kesehatan masyarakat di masa depan, promosi kesehatan yang tetap mengoptimalkan advokasi, social support, dan bina suasana tetap menjadi andalan. Di masa depan, ketiga usaha itu akan lebih baik jika tidak hanya mempromosikan mengenai aspek biomedis saja. Masyarakat harus lebih sadar mengenai pemahaman tentang hak kesehatan manusia. Ketika mereka telah paham maka pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan hak kesehatan bagi seluruh umat manusia dapat terpenuhi. Hak kesehatan yang telah terpenuhi dengan sendirinya membawa derajat kesehatan manusia pada titik yang optimal.
Program Indonesia Sehat 2010 juga perlu menyadarkan masyarkat agar keberadaan hak kesehatan yang dimilki setiap warganegara dapat mereka penuhi dengan usaha sendiri. Promosi kesehatan biomedis yang diperkuat dengan promosi kesehatan tentang hak hukum akan kesehatan tentu memperkuat pembangunan yang berwawasan kesehatan. Dengan pemberdayaan masyarakat pada sector hukum ini, menjadikan visi Indonesia Sehat 2010 mencakup dua aspek penting kehidupan, 1) aspek biologis yakni bagaiman tindakan nyata manusia dalam menjaga kesehatan dengan kemampuannya sendiri dan 2) aspek hukum bagaimana manusia itu menyadari tentang pentingnya pemenuhan hak kesehatan bagi diri mereka sehingga dengan kesadaran pribadi akan melakukan tindakan menuju Indonesia Sehat 2010.
Promosi kesehatan yang memiliki sasaran untuk menciptakan perilaku hidup bersih sehat dan terwujudnya posyandu aktif pada 2010, juga terus dapat diraih dengan strategi dasar yang telah dirumuskan. Pada tahap ini, pemberdayaan masyrakat tentang pengetahuan hak kesehatan akan lebih menyadarkan mereka akan pemenuhan hak yang menuntut untuk segera dipenuhi. Dengan begitu mereka dengan kemauan sendiri melakukan upaya kesehatan. Peran inilah yang diperoleh ketika masyarakat telah mampu memberdayakan pemahaman tentang pemenuhan hak kesehatan.
BAB III
SIMPULAN
1. Masa depan promosi kesehatan harus mencakup aspek biomedik, yakni penguatan dan pemberdayaan masyarakat agar dapat menjalankan program kesehatan dengan kemampuan sendiri, namun juga pada aspek pemberdayaan pemahaman agar kemauan seseorang untuk hidup sehat dapat muncul atas inisiatif pribadi.
2. Grand strategy dalam promosi kesehatan Indonesia harus bertumpu pada Program Indonesia Sehat 2010 demi suksesnya pembangunan nasional berlandaskan kesehatan.
3. Strategi penyampaian pesan dan konten pesan harus disesuaikan dengan perkembanagn zaman yang terus mengalami perubahan di bidang teknologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Moeloek, Farid Anfasa. 2003. Hak Untuk Hidup Sehat (Paradigma Sehat). Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI.
Muninjaya, A. A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.
Rivin, Beth E..2003. Why Health and Human Rights are Important. Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI.
Saenun MS. 2007. Buku Ajar PKIP. Surabaya : Laboratarium AVA dan Media Informatika Kesehatan Departemen PKIP FKM UNAIR.
Slamet, Juli Soemirat. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sparks, Michael. 2005. A Health Promotion Conference Reflecting on the Past and Creating a Vision for the Future. Canberra : AHPA Publisher.
Bussines Plan, GrandHealthTime Club
BAB I
Rangkuman Eksekutif
Kelompok lansia yang ada di Kabupaten Jombang merupakan kelompok yang potensial untuk dijadikan sebagai target market untuk usaha pengadaan jasa berupa pengawasan kesehatan untuk usia senja. Jumlah potensial yang dapat dijadikan sasaran ini dapat terus bertambah dengan adanya kelompok pekerja yang baru pensiun serta butuh adanya suatu kegiatan agar tidak terjadi adanya post-power syndrome.
Usaha ini berupa jasa pengelolaan klub kesehatan yang anggotanya adalah lansia. Klub kesehatan ini dinamakan GRANDTIME HEALTH, bertempat di pusat kota sehingga aksesnya dapat dengan mudah dicapai para lansia maupun keluarganya. Klub ini menyediakan berbagai program yang sangat dibutuhkan seseorang di masa tuanya, baik itu berupa konsultasi gizi dan kesehatan hingga program berupa aktivitas olahraga dan sosial.
Dengan hanya membutuhkan modal sebesar Rp 12.000.000,- pada awal pendiriannya, usaha ini akan segera balik modal pada empat bulan pertama dengan asumsi anggota yang bergabung hanya sekitar 4% dari seluruh lansia yang potensial sebagai konsumen. Empat bulan setelah modal kembali maka klub ini dapat mengambil laba bersih hingga Rp 4.950.000,- setiap bulannya. Dengan promosi yang baik dapat meningkatkan jumlah anggota yang selanjutnya berimplikasi meningkatnya pula laba yang diperoleh.
Usaha ini hanya membutuhkan sedikit tenaga dan dapat disebut hanya sebagai usaha sampingan karena pengelola tidak perlu terus menerus memantau jalannya usaha. Usaha ini hanya dijalankan saat program yang ditentukan seperti kegiatan olahraga pada pagi hari serta kajian, arisan serta konsultasi yang dilakukan pada sore hari saja. Dengan kata lain sumber daya yang dibutuhkan hanya sedikit dari segi waktu.
BAB II
Deskripsi Usulan Bisnis
a. Deskripsi Produk
Nama : Grandtime Health Club
Lokasi : Jalan Wachid Hasyim, Jombang
Jam kerja :
• Konsultasi kesehatan serta makanan bergizi buka pukul 17.00-20.00 WIB.
• Kegiatan outdoor seperti olahraga dan kajian agama dilaksanakan dengan fleksibel sesuai jadwal yang ditentukan sesuai kesepakatan anggota klub.
Bisnis ini merupakan bisnis yang mencari laba melalui usaha jasa. Klub ini memberikan pelayanan berupa jadwal aktivitas yang sesuai dengan manula (manusia lanjut usia). Tujuan usaha ini adalah menyediakan usaha yang terus dapat membuat kehidupan di usia tua tetap bahagia dan menjaga kesehatan mereka dapat terus terjaga. Aktivitas-aktivitas dalam program yang ditawarkan juga dapat menghindarkan mereka dari post-power syndrome. Program yang ditawarkan antara lain:
• Konsultasi kesehatan, meliputi konsultasi tentang apa saja makanan serta aktivitas yang sesuai dengan keadaan individu manula yang disesuaikan dengan kondisi kesehatannya. Konsultasi tentang makanan yang sesuai dengan kondisi pencernaan mereka dan yang tak mengganggu kesehatan ditangani oleh seorang ahli gizi. Untuk kondisi kesehatan mereka secara keseluruhan ditangani oleh seorang geriatrician. Geatrician ini juga menangani tentang check up kesehatan setiap bulannya.
• Aktivitas rutin bersama,aktivitas ini ditawarkan untuk menjaga kualitas kehidupan di usia senja serta terutama menghindari terjadinya post-power syndrome pada manula yang baru memasuki masa pensiun. Komunikasi serta kehidupan sosial yang baik dapat membuat hidup manula lebih bahagia karena ia merasa masih dibutuhkan oleh orang lain di usia senja. Rasa dibutuhkan ini dapat membuat manula lebih semangat untuk menjani hidup sehingga diharapkan ia terus menjaga kesehatannya. Aktivitas rutin yang dilakukan yakni
o Olahraga lansia, dijadwalkan dilaksanakan setiap hari sekali pada pagi hari. Bentuk olahraga ini berupa senam low impact untuk kardiovaskuler, bersepeda bersama, serta jalan sehat.
o Kajian keagamaan, untuk yang beragama Islam diikutsertakan dalam pengajian yang dilakukan setiap malam Jumat, sedangakan untuk yang beragama selain Islam akan dibentuk kelompok kajian agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
o Bakti sosial, setiap dua bulan sekali para anggota diajak untuk melakukan pekerjaan sosial bersama.
o Arisan rutin, para anggota kumpul untuk sekadar bertemu dan bertukar pikiran agar mereka dapat berbagi cerita sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan.
b. Latar Belakang Bisnis
Lansia merupakan kelompok manusia yang kesehatannya harus lebih diperhatikan dengan lebih teliti. Usia tua juga seperti usia balita yang harus mendapatkan perwatan khusus yang lebih intensif. Keadaan ini menuntut harus dibentuknya sebuah wadah yang mampu memenuhi kebutuhan para lansia dalam memberikan petunjuk untuk menjaga kesehatannya.
Lansia di kota Jombang belum terakomodir seutuhnya dalam pemenuhan kebutuhan ini. Di kota Jombang sendiri saat ini sudah berdiri sebuah pesantren khusus lansia. Pesantren ini selain menyediakan bimbingan agama Islam bagi anggotanya juga menunjukkan perhatian tentang kesehatan anggotanya itu. Permasalahannya sekarang, tidak ada wadah yang mengakomodir lansia yang beragama non-Islam serta para lansia yang bukan menjadi anggota dan maupun lansia yang tidak memepunyai dana khusus serta berlebih dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya ini.
Klub kesehatan yang dibentuk ini menghadirkan solusi yang baik dalam mengelola kesehatan masyarakat usia senja. Dengan dana yang terjangakau serta tidaka perlu menginap di pesantren, masyarakat usia senja dapat terus menjaga kesehatannya.
c. Tujuan dan Potensi Bisnis
Tujuan bisnis ini adalah untuk memperoleh laba. Laba yang diperoleh ini merupakan hasil dari penjualan jasa konsultasi serta pengadaan program kesehatan maupun non-kesehatan yang sesuai dengan hasil konsultasi kesehatan yang telah dilakukan. Tujuan sosial yang ada pada pendirian klub ini adalah untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Jombang yang ada pada usia senja. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya kesehatan berupa fisik tapi juga kesehatan psikis.
Potensi bisnis ini sangat menjajikan karena di Jombang sendiri, organisasi yang mengurusi masalah kesehatan lansia masih sangat terbatas. Untuk organisasi pemerintah sendiri hanya ada beberapa puskesmas dengan program posyandu lansia dan poli geriatrik di RSUD Swadana Jombang. Sementara itu untuk organisasi non pemerintah hanya ada pesantren lansia yang ada di daerah Pulo Lor, Kecamatan Jombang. Dengan sedikitnya pesaing dalam bisnis ini maka produsen optimis prospek usaha ini akan cerah. Faktor lain yang dapat memajukan bisnis ini adalah cakupan konsumen yang cukup tersegmen. Jombang dikenal dengan populasi manusia usia produktif dengan beban tanggungan hidup yang cukup rendah. Hal ini akan berdampak pada akan mudahnya mereka untuk tidak segan-segan mengeluarkan uang untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan orang tua mereka dalam bidang pemeliharaan kesehatan.
BAB III
Perkiraan atas Lingkungan Bisnis
a. Lingkungan Ekonomi
Tingkat pendapatan penduduk kabupaten Jombang telah mencapai tingkat ekonomi yang lumayan baik. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduknya terus mengalami peningkatan. Dengan asumsi itu maka penduduk akan dapat dengan mudah sesuai kemampuannya menjadi anggota klub atau juga mendaftarkan orang tuanya yang telah memasuki usia senja menggunakan program yang ditawarkan.
Keadaan perekonomian Jombang yang masih terus dalam masa perkembangan berdampak pada masih murahnya sumber daya yang tersedia di kota ini. Misalnya untuk tenaga konsultan yakni ahli gizi dan geatrician dapat disewa dari rumah sakit Kota Jombang dengan kompensasi sewa yang menggunkan hitungan paruh waktu kerja. Untuk pengadaan fasilitas non SDM dapat diperoleh dengan mudah dan murah, seperti harga tanah yang murah di Jombang membuat pengeluaran untuk penyewaan tempat usaha menjadi tidak terlalu mahal.
b. Lingkungan Usaha
Lingkungan usaha ini masih sangat terbuka lebar karena masih sedikitnya pelaku bisnis yang bergerak pada bisnis ini. Keadaan persaingan tidak akan ada karena kurang seimbangnya jumlah konsumen dengan jumlah penyedia layanan.
c. Analisis SWOT
Analisis lingkungan usaha ini digambarkan melalui sebuah analisis yakni
• S : Banyaknya jumlah lansia kota Jombang.
Fasilitas yang tersedia mudah diakses dan murah.
• W : Usaha utama yang dijalankan oleh manajer sehingga sulit memperoleh pinjaman modal.
Kurangnya pengalaman manajemen sehingga operasional akan sedikit terganggu.
• O : Klub ini merupakan klub pertama yang ada di Jombang.
Penduduk Jombang kebanyakan usia muda yang bekerja sehingga angka ketergantungannya akan rendah.
• T : Adanya pondok pesantren lansia yang berdiri di kota Jombang.
Dari uraian tentang profil SWOT klub ini maka dapat dilihat bahwa klub inimasih layak untuk dijalankan sehingga akan sangat potesial jika proposal bisnis ini diwujudkan.
BAB IV
Rencana Manajemen
a. Struktur Organisasi
Nama : Grandtime Health Club
Struktur Manajemen :
Status Kepemilikan : Swasta yang dijalankan dengan manajemen sendiri oleh pemilik ide usaha.
b. Produksi
Lokasi : Jalan Wachid Hasyim, Jombang
Jam Kerja :
• Kantor adminstrasi klub buka setiap pukul 15.00-20.00 WIB
• Konsultasi kesehatan serta makanan bergizi buka pukul 17.00-20.00 WIB.
• Kegiatan outdoor seperti olahraga dan kajian agama dilaksanakan dengan fleksibel sesuai jadwal yang ditentukan sesuai kesepakatan anggota klub.
Material yang dibutuhkan :
• Perlengkapan Audio untuk pelaksanaan senam serta sound system pengeras suara saat kegiatan bersama dilakukan.
• Alat-alat pemeriksaan saat check up kesehatan dengan geatrician seperti tensimeter, alat pengukur kolesterol, stetoschope, timbangan berat badan dan pengukur tinggi dan lingkar lengan.
• Alat-alat masak untuk memperagakan makanan yang sesuai anjuran ahli gizi.
Karyawan :
Karyawan yang diperkerjakan ini menggunakan sistem pekerja kontrak yang setiap lima bulan sekali mereka memperbaharui kontrak kerja mereka. Sistem pengupahan yang dilakukan menggunakan pembayaran setiap bulan. Karyawan ini meliputi :
• Bagian konsultasi kesehatan
1. Konsultan gizi, terdiri dari seorang ahli gizi yang bekerja hanya pada sore hari tiga jam tiga hari dalam seminggu.
2. Geriatrician, terdiri dari seorang dokter ahli spesialis geriatric yang bekerja hanya pada sore hari tiga jam tiga hari dalam seminggu.
• Bagian aktivitas rutin
1. Seorang instruktur senam
2. Kegiatan luar sekretariat seperti olahraga, kajian agama dan arisan diatur oleh bagian administrasi.
• Bagian house keeping dikerjakan oleh seorang dua orang cleaning service.
BAB V
Penelitian, Analisis, dan Rencana Pemasaran
a. Penelitian dan Analisis
Target Market
• Lansia golongan ekonomi menengah ke atas.
• Para lansia yang baru saja memasuki masa pensiunan sehingga membutuhkan aktivitas untuk mengisi waktu luang sehingga menghindari terjadi post-power syndrome.
Lokasi dan Pertimbangannya
Sekretariat : Jalan Wachid Hasyim, Jombang
Dengan pertimbangan sebagai berikut
• Lokasi ini strategis di tengah kota sehingga para lansia maupun anggota keluarga mereka yang ingin mendaftarkan serta mengawasi kegiatan dapat dengan mudah mengakses.
• Lokasi yang strategis juga menjadi salah satu metode promosi karena setiap orang yang lewat dapat membaca logo perusahaan.
Tempat pelaksanaan
• Konsultasi kesehatan dilakukan di sekretariat, di dalam kantor sekretariat selain terdapat kantor administrasi juga terdapat ruang konsultasi untuk geatrician serta konsultan gizi.
• Kegiatan olahraga bersama dilakukan di alun-alun kota Jombang.
• Arisan bersama dapat dilakukan di berbagai tempat baik itu di sekretariat, restaurant maupun di rumah anggota.
Karakteristik Produk
Produk jasa yang dihasilkan klub kesehatan ini memiliki karakteristik produk, antara lain
• Murah, harga keanggotaan yang dibebankan sudah termasuk biaya administrasi, konsultasi serta biaya pelaksanaan program
• Segmentasi pasarnya jelas, klub ini hanya dikhususkan untuk kelompok usia tertentu yakni usia lansia
• Akurat, konsultasi yang dilakukan ini merupakan bimbingan dari para ahli
• Menyeluruh, kegiatan yang ada disini tidak hanya mengenai kesehatan jasmani saja namun juga untuk kesehatan rohani
Situasi persaingan
Klub ini merupakan klub kesehatan untuk orang lanjut usia yang pertama yang hadir di Jombang. Yang bergerak dalam bidang pemeliharaan konsumen ini hanya ada pada instalasi pemerintah yang juga hanya menyediakan layanan konsultan tanpa ada follow up berupa program kesehatan.
b. Rencana Pemasaran
Pemasaran produk ini melalui berbagai elemen promosi yang memungkinkan setiap anggota dapat mengetahui keberadaan klub ini yang selanjutnya dapat menjadi anggota klub, yakni
o Advertising/ periklanan, melalui baliho yang ditempel di pinggir jalan serta penayangan radio spot pada radio-radio lokal kabupaten Jombang. Sengaja dipilih radio karena dianggap paling efektif dengan kenyataan bahwa lebih banyak manula yang lebih senang mendengarkan radio. Waktu penayangan radio pun dipilih saat program acara dengan segmentasi pendengar manula seperti acara campursari keroncongan maupun program musik nostalgia.
o Personal selling, para anggota diharapkan dapat memberikan gambaran yang baik kepada manula lain sehingga mereka tertarik untuk bergabung sebagai anggota klub kesehatan ini
BAB VI
Keuangan
Struktur Biaya per Bulan
(dalam rupiah)
Sewa tempat
o Kantor sekretariat(Rp 6.000.000,-/tahun) Rp 500.000,-
Utilities (listrik, telepon, dll.) Rp 500.000,-
Gaji karyawan
o Konsultan gizi Rp1.000.000,-
o Geriatrician Rp1.000.000,-
o Bagian administrasi Rp1.000.000,-
o Dua orang cleaning service Rp1.000.000,-
Iklan (baliho dan radio spot) Rp 500.000,-
Total per bulan Rp5.500.000,-
1. Rencana Modal yang Dibutuhkan
• Meminjam modal kepada relasi sebesar satu bulan biaya operasional plus biaya sewa
Perincian biaya sewa : biaya sewa tempat untuk satu tahun dibayar penuh di muka sebesar Rp 6.000.000,- . Biaya operasional (tidak termasuk sewa setahun) berupa pembenahan kantor, perizinan, penyediaan alat-alat kantor serta alat-alat yang dibutuhkan dalam konsultasi ahli sebesar Rp 6.000.000,-
2. Rencana Harga Jual
• Target market : middle to high income. Harga keanggotaan disesuaikan dengan kondisi keuangan target market. Berbagai konsultasi dari ahli yang benar-benar kompeten serta keanggotaan yang eksklusif dalam klub ini, namun dari keadaan ekonomi target market harga yang dipatok dapat berimplikasi berupa biaya keanggotaan yang cukup terjangkau sesuai kemampuan ekonomi anggotanya.
• Harga yang dipatok pada awal pendirian klub ini menggunakan sistem trial & error. Maksud dari sistem ini adalah mengikuti respon pasar yaitu jika harga awal yang diajukan dianggap konsumen terlalu mahal, biaya anggota dapat dikurangi sedikit. Namun jika dianggap terlalu murah maka dapat dinaikkan lagi harganya. Penentuan harga ini tidak sembarangan namun telah mealui pertimbangan tentang semua komponen yang meliputi material, gaji karyawan serta biaya operasional.
• Penentuan harga ini sesuai dengan perhitungan untuk asumsi setiap kelompok program terdiri dari 50 orang anggota, klub ini terdiri dari tiga kelompok, maka perhitungan untuk setiap biaya yang dikeluarkan anggota sebesar
o Biaya operasional Rp 5.500.000,-/100 orang Rp 55.000,-
• Biaya pokok yang dikeluarkan untuk setiap anggota adalah Rp 55.000,- sehingga biaya keanggotaan harus di atas harga pokok. Dengan berbagai pertimbangan untuk menyeimbangkan antara harga pokok dengan jasa yang produsen keluarkan maka biaya keanggotaan yang ditawarkan adalah Rp 100.000,-/
• Dengan perbandingan harga itu maka dapat diperoleh selisih yang merupakan laba usaha yakni Rp 45.000,- untuk setiap anggota.
3. Target Penjualan
Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Jombang adalah manusia golongan produktif. Tingkat umur yang paling banyak adakah 19-20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan sangatlah rendah sehingga kesejhateraan lansia Jombang akan terjaga oleh masing-masing keluarganya.
Melihat data yang ada tersebut maka target penjualan produk ini dapat dipatok sebesar seratus orang untuk tiga bulan pertama pembukaan. Jangka waktu tiga bulan dipilih karena masa itu merupakan jangka waktu untuk promosi.
Asumsi target penjualan dapat mengembalikan modal awal dengan rincian sebagai berikut (net income didapat dari laba yang diperoleh dari anggota)
o Bulan I, dua puluh anggota pertama (net income) Rp 900.000,-
o Bulan II, tiga puluh anggota baru (net income) Rp2.250.000,-
o Bulan III, lima puluh anggota baru (net income) Rp4.500.000,-
o Bulan IV, sepuluh anggota baru (net income) Rp4.950.000,-
Dari penjumlahan laba selama empat bulan pertama maka modal awal dapat tertutupi, selanjutnya laba yang diperoleh pada bulan berikutnya merupakan laba bersih perusahaan tanpa tanggungan untuk melunasi modal yang diperoleh dari pinjaman relasi.
BAB VII
Uji Kelayakan Usaha
Stakeholder Stakeholder Interest(s) in the Project Assessment of Impact Potential Strategies for Obtaining Support or Reducing Obstacles
Karyawan Menambah tugas pelayanan bagi pelanggan A Memberikan stimulus berupa peningkatan upah jika program yang dijalankan menunjukkan perkembangan yang baik
Konsumen • Menghadirkan sarana kesehatan yang murah dan optimal
• Sedikit menambah pengeluaran
B • Mempromosikan secara gencar untuk meyakinkan pelanggan bahwa dengan bergabung dalam klub ini sepadan dengan hasil yang diperoleh
• Menunjukkan dalam media promosi bahwa fasilitas yang diberikan adalah kualitas terbaik, metode kedokteran modern yang sesuai untuk menjaga kesehatan paar lansia di Jombang
Rangkuman Eksekutif
Kelompok lansia yang ada di Kabupaten Jombang merupakan kelompok yang potensial untuk dijadikan sebagai target market untuk usaha pengadaan jasa berupa pengawasan kesehatan untuk usia senja. Jumlah potensial yang dapat dijadikan sasaran ini dapat terus bertambah dengan adanya kelompok pekerja yang baru pensiun serta butuh adanya suatu kegiatan agar tidak terjadi adanya post-power syndrome.
Usaha ini berupa jasa pengelolaan klub kesehatan yang anggotanya adalah lansia. Klub kesehatan ini dinamakan GRANDTIME HEALTH, bertempat di pusat kota sehingga aksesnya dapat dengan mudah dicapai para lansia maupun keluarganya. Klub ini menyediakan berbagai program yang sangat dibutuhkan seseorang di masa tuanya, baik itu berupa konsultasi gizi dan kesehatan hingga program berupa aktivitas olahraga dan sosial.
Dengan hanya membutuhkan modal sebesar Rp 12.000.000,- pada awal pendiriannya, usaha ini akan segera balik modal pada empat bulan pertama dengan asumsi anggota yang bergabung hanya sekitar 4% dari seluruh lansia yang potensial sebagai konsumen. Empat bulan setelah modal kembali maka klub ini dapat mengambil laba bersih hingga Rp 4.950.000,- setiap bulannya. Dengan promosi yang baik dapat meningkatkan jumlah anggota yang selanjutnya berimplikasi meningkatnya pula laba yang diperoleh.
Usaha ini hanya membutuhkan sedikit tenaga dan dapat disebut hanya sebagai usaha sampingan karena pengelola tidak perlu terus menerus memantau jalannya usaha. Usaha ini hanya dijalankan saat program yang ditentukan seperti kegiatan olahraga pada pagi hari serta kajian, arisan serta konsultasi yang dilakukan pada sore hari saja. Dengan kata lain sumber daya yang dibutuhkan hanya sedikit dari segi waktu.
BAB II
Deskripsi Usulan Bisnis
a. Deskripsi Produk
Nama : Grandtime Health Club
Lokasi : Jalan Wachid Hasyim, Jombang
Jam kerja :
• Konsultasi kesehatan serta makanan bergizi buka pukul 17.00-20.00 WIB.
• Kegiatan outdoor seperti olahraga dan kajian agama dilaksanakan dengan fleksibel sesuai jadwal yang ditentukan sesuai kesepakatan anggota klub.
Bisnis ini merupakan bisnis yang mencari laba melalui usaha jasa. Klub ini memberikan pelayanan berupa jadwal aktivitas yang sesuai dengan manula (manusia lanjut usia). Tujuan usaha ini adalah menyediakan usaha yang terus dapat membuat kehidupan di usia tua tetap bahagia dan menjaga kesehatan mereka dapat terus terjaga. Aktivitas-aktivitas dalam program yang ditawarkan juga dapat menghindarkan mereka dari post-power syndrome. Program yang ditawarkan antara lain:
• Konsultasi kesehatan, meliputi konsultasi tentang apa saja makanan serta aktivitas yang sesuai dengan keadaan individu manula yang disesuaikan dengan kondisi kesehatannya. Konsultasi tentang makanan yang sesuai dengan kondisi pencernaan mereka dan yang tak mengganggu kesehatan ditangani oleh seorang ahli gizi. Untuk kondisi kesehatan mereka secara keseluruhan ditangani oleh seorang geriatrician. Geatrician ini juga menangani tentang check up kesehatan setiap bulannya.
• Aktivitas rutin bersama,aktivitas ini ditawarkan untuk menjaga kualitas kehidupan di usia senja serta terutama menghindari terjadinya post-power syndrome pada manula yang baru memasuki masa pensiun. Komunikasi serta kehidupan sosial yang baik dapat membuat hidup manula lebih bahagia karena ia merasa masih dibutuhkan oleh orang lain di usia senja. Rasa dibutuhkan ini dapat membuat manula lebih semangat untuk menjani hidup sehingga diharapkan ia terus menjaga kesehatannya. Aktivitas rutin yang dilakukan yakni
o Olahraga lansia, dijadwalkan dilaksanakan setiap hari sekali pada pagi hari. Bentuk olahraga ini berupa senam low impact untuk kardiovaskuler, bersepeda bersama, serta jalan sehat.
o Kajian keagamaan, untuk yang beragama Islam diikutsertakan dalam pengajian yang dilakukan setiap malam Jumat, sedangakan untuk yang beragama selain Islam akan dibentuk kelompok kajian agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
o Bakti sosial, setiap dua bulan sekali para anggota diajak untuk melakukan pekerjaan sosial bersama.
o Arisan rutin, para anggota kumpul untuk sekadar bertemu dan bertukar pikiran agar mereka dapat berbagi cerita sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan.
b. Latar Belakang Bisnis
Lansia merupakan kelompok manusia yang kesehatannya harus lebih diperhatikan dengan lebih teliti. Usia tua juga seperti usia balita yang harus mendapatkan perwatan khusus yang lebih intensif. Keadaan ini menuntut harus dibentuknya sebuah wadah yang mampu memenuhi kebutuhan para lansia dalam memberikan petunjuk untuk menjaga kesehatannya.
Lansia di kota Jombang belum terakomodir seutuhnya dalam pemenuhan kebutuhan ini. Di kota Jombang sendiri saat ini sudah berdiri sebuah pesantren khusus lansia. Pesantren ini selain menyediakan bimbingan agama Islam bagi anggotanya juga menunjukkan perhatian tentang kesehatan anggotanya itu. Permasalahannya sekarang, tidak ada wadah yang mengakomodir lansia yang beragama non-Islam serta para lansia yang bukan menjadi anggota dan maupun lansia yang tidak memepunyai dana khusus serta berlebih dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya ini.
Klub kesehatan yang dibentuk ini menghadirkan solusi yang baik dalam mengelola kesehatan masyarakat usia senja. Dengan dana yang terjangakau serta tidaka perlu menginap di pesantren, masyarakat usia senja dapat terus menjaga kesehatannya.
c. Tujuan dan Potensi Bisnis
Tujuan bisnis ini adalah untuk memperoleh laba. Laba yang diperoleh ini merupakan hasil dari penjualan jasa konsultasi serta pengadaan program kesehatan maupun non-kesehatan yang sesuai dengan hasil konsultasi kesehatan yang telah dilakukan. Tujuan sosial yang ada pada pendirian klub ini adalah untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Jombang yang ada pada usia senja. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya kesehatan berupa fisik tapi juga kesehatan psikis.
Potensi bisnis ini sangat menjajikan karena di Jombang sendiri, organisasi yang mengurusi masalah kesehatan lansia masih sangat terbatas. Untuk organisasi pemerintah sendiri hanya ada beberapa puskesmas dengan program posyandu lansia dan poli geriatrik di RSUD Swadana Jombang. Sementara itu untuk organisasi non pemerintah hanya ada pesantren lansia yang ada di daerah Pulo Lor, Kecamatan Jombang. Dengan sedikitnya pesaing dalam bisnis ini maka produsen optimis prospek usaha ini akan cerah. Faktor lain yang dapat memajukan bisnis ini adalah cakupan konsumen yang cukup tersegmen. Jombang dikenal dengan populasi manusia usia produktif dengan beban tanggungan hidup yang cukup rendah. Hal ini akan berdampak pada akan mudahnya mereka untuk tidak segan-segan mengeluarkan uang untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan orang tua mereka dalam bidang pemeliharaan kesehatan.
BAB III
Perkiraan atas Lingkungan Bisnis
a. Lingkungan Ekonomi
Tingkat pendapatan penduduk kabupaten Jombang telah mencapai tingkat ekonomi yang lumayan baik. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduknya terus mengalami peningkatan. Dengan asumsi itu maka penduduk akan dapat dengan mudah sesuai kemampuannya menjadi anggota klub atau juga mendaftarkan orang tuanya yang telah memasuki usia senja menggunakan program yang ditawarkan.
Keadaan perekonomian Jombang yang masih terus dalam masa perkembangan berdampak pada masih murahnya sumber daya yang tersedia di kota ini. Misalnya untuk tenaga konsultan yakni ahli gizi dan geatrician dapat disewa dari rumah sakit Kota Jombang dengan kompensasi sewa yang menggunkan hitungan paruh waktu kerja. Untuk pengadaan fasilitas non SDM dapat diperoleh dengan mudah dan murah, seperti harga tanah yang murah di Jombang membuat pengeluaran untuk penyewaan tempat usaha menjadi tidak terlalu mahal.
b. Lingkungan Usaha
Lingkungan usaha ini masih sangat terbuka lebar karena masih sedikitnya pelaku bisnis yang bergerak pada bisnis ini. Keadaan persaingan tidak akan ada karena kurang seimbangnya jumlah konsumen dengan jumlah penyedia layanan.
c. Analisis SWOT
Analisis lingkungan usaha ini digambarkan melalui sebuah analisis yakni
• S : Banyaknya jumlah lansia kota Jombang.
Fasilitas yang tersedia mudah diakses dan murah.
• W : Usaha utama yang dijalankan oleh manajer sehingga sulit memperoleh pinjaman modal.
Kurangnya pengalaman manajemen sehingga operasional akan sedikit terganggu.
• O : Klub ini merupakan klub pertama yang ada di Jombang.
Penduduk Jombang kebanyakan usia muda yang bekerja sehingga angka ketergantungannya akan rendah.
• T : Adanya pondok pesantren lansia yang berdiri di kota Jombang.
Dari uraian tentang profil SWOT klub ini maka dapat dilihat bahwa klub inimasih layak untuk dijalankan sehingga akan sangat potesial jika proposal bisnis ini diwujudkan.
BAB IV
Rencana Manajemen
a. Struktur Organisasi
Nama : Grandtime Health Club
Struktur Manajemen :
Status Kepemilikan : Swasta yang dijalankan dengan manajemen sendiri oleh pemilik ide usaha.
b. Produksi
Lokasi : Jalan Wachid Hasyim, Jombang
Jam Kerja :
• Kantor adminstrasi klub buka setiap pukul 15.00-20.00 WIB
• Konsultasi kesehatan serta makanan bergizi buka pukul 17.00-20.00 WIB.
• Kegiatan outdoor seperti olahraga dan kajian agama dilaksanakan dengan fleksibel sesuai jadwal yang ditentukan sesuai kesepakatan anggota klub.
Material yang dibutuhkan :
• Perlengkapan Audio untuk pelaksanaan senam serta sound system pengeras suara saat kegiatan bersama dilakukan.
• Alat-alat pemeriksaan saat check up kesehatan dengan geatrician seperti tensimeter, alat pengukur kolesterol, stetoschope, timbangan berat badan dan pengukur tinggi dan lingkar lengan.
• Alat-alat masak untuk memperagakan makanan yang sesuai anjuran ahli gizi.
Karyawan :
Karyawan yang diperkerjakan ini menggunakan sistem pekerja kontrak yang setiap lima bulan sekali mereka memperbaharui kontrak kerja mereka. Sistem pengupahan yang dilakukan menggunakan pembayaran setiap bulan. Karyawan ini meliputi :
• Bagian konsultasi kesehatan
1. Konsultan gizi, terdiri dari seorang ahli gizi yang bekerja hanya pada sore hari tiga jam tiga hari dalam seminggu.
2. Geriatrician, terdiri dari seorang dokter ahli spesialis geriatric yang bekerja hanya pada sore hari tiga jam tiga hari dalam seminggu.
• Bagian aktivitas rutin
1. Seorang instruktur senam
2. Kegiatan luar sekretariat seperti olahraga, kajian agama dan arisan diatur oleh bagian administrasi.
• Bagian house keeping dikerjakan oleh seorang dua orang cleaning service.
BAB V
Penelitian, Analisis, dan Rencana Pemasaran
a. Penelitian dan Analisis
Target Market
• Lansia golongan ekonomi menengah ke atas.
• Para lansia yang baru saja memasuki masa pensiunan sehingga membutuhkan aktivitas untuk mengisi waktu luang sehingga menghindari terjadi post-power syndrome.
Lokasi dan Pertimbangannya
Sekretariat : Jalan Wachid Hasyim, Jombang
Dengan pertimbangan sebagai berikut
• Lokasi ini strategis di tengah kota sehingga para lansia maupun anggota keluarga mereka yang ingin mendaftarkan serta mengawasi kegiatan dapat dengan mudah mengakses.
• Lokasi yang strategis juga menjadi salah satu metode promosi karena setiap orang yang lewat dapat membaca logo perusahaan.
Tempat pelaksanaan
• Konsultasi kesehatan dilakukan di sekretariat, di dalam kantor sekretariat selain terdapat kantor administrasi juga terdapat ruang konsultasi untuk geatrician serta konsultan gizi.
• Kegiatan olahraga bersama dilakukan di alun-alun kota Jombang.
• Arisan bersama dapat dilakukan di berbagai tempat baik itu di sekretariat, restaurant maupun di rumah anggota.
Karakteristik Produk
Produk jasa yang dihasilkan klub kesehatan ini memiliki karakteristik produk, antara lain
• Murah, harga keanggotaan yang dibebankan sudah termasuk biaya administrasi, konsultasi serta biaya pelaksanaan program
• Segmentasi pasarnya jelas, klub ini hanya dikhususkan untuk kelompok usia tertentu yakni usia lansia
• Akurat, konsultasi yang dilakukan ini merupakan bimbingan dari para ahli
• Menyeluruh, kegiatan yang ada disini tidak hanya mengenai kesehatan jasmani saja namun juga untuk kesehatan rohani
Situasi persaingan
Klub ini merupakan klub kesehatan untuk orang lanjut usia yang pertama yang hadir di Jombang. Yang bergerak dalam bidang pemeliharaan konsumen ini hanya ada pada instalasi pemerintah yang juga hanya menyediakan layanan konsultan tanpa ada follow up berupa program kesehatan.
b. Rencana Pemasaran
Pemasaran produk ini melalui berbagai elemen promosi yang memungkinkan setiap anggota dapat mengetahui keberadaan klub ini yang selanjutnya dapat menjadi anggota klub, yakni
o Advertising/ periklanan, melalui baliho yang ditempel di pinggir jalan serta penayangan radio spot pada radio-radio lokal kabupaten Jombang. Sengaja dipilih radio karena dianggap paling efektif dengan kenyataan bahwa lebih banyak manula yang lebih senang mendengarkan radio. Waktu penayangan radio pun dipilih saat program acara dengan segmentasi pendengar manula seperti acara campursari keroncongan maupun program musik nostalgia.
o Personal selling, para anggota diharapkan dapat memberikan gambaran yang baik kepada manula lain sehingga mereka tertarik untuk bergabung sebagai anggota klub kesehatan ini
BAB VI
Keuangan
Struktur Biaya per Bulan
(dalam rupiah)
Sewa tempat
o Kantor sekretariat(Rp 6.000.000,-/tahun) Rp 500.000,-
Utilities (listrik, telepon, dll.) Rp 500.000,-
Gaji karyawan
o Konsultan gizi Rp1.000.000,-
o Geriatrician Rp1.000.000,-
o Bagian administrasi Rp1.000.000,-
o Dua orang cleaning service Rp1.000.000,-
Iklan (baliho dan radio spot) Rp 500.000,-
Total per bulan Rp5.500.000,-
1. Rencana Modal yang Dibutuhkan
• Meminjam modal kepada relasi sebesar satu bulan biaya operasional plus biaya sewa
Perincian biaya sewa : biaya sewa tempat untuk satu tahun dibayar penuh di muka sebesar Rp 6.000.000,- . Biaya operasional (tidak termasuk sewa setahun) berupa pembenahan kantor, perizinan, penyediaan alat-alat kantor serta alat-alat yang dibutuhkan dalam konsultasi ahli sebesar Rp 6.000.000,-
2. Rencana Harga Jual
• Target market : middle to high income. Harga keanggotaan disesuaikan dengan kondisi keuangan target market. Berbagai konsultasi dari ahli yang benar-benar kompeten serta keanggotaan yang eksklusif dalam klub ini, namun dari keadaan ekonomi target market harga yang dipatok dapat berimplikasi berupa biaya keanggotaan yang cukup terjangkau sesuai kemampuan ekonomi anggotanya.
• Harga yang dipatok pada awal pendirian klub ini menggunakan sistem trial & error. Maksud dari sistem ini adalah mengikuti respon pasar yaitu jika harga awal yang diajukan dianggap konsumen terlalu mahal, biaya anggota dapat dikurangi sedikit. Namun jika dianggap terlalu murah maka dapat dinaikkan lagi harganya. Penentuan harga ini tidak sembarangan namun telah mealui pertimbangan tentang semua komponen yang meliputi material, gaji karyawan serta biaya operasional.
• Penentuan harga ini sesuai dengan perhitungan untuk asumsi setiap kelompok program terdiri dari 50 orang anggota, klub ini terdiri dari tiga kelompok, maka perhitungan untuk setiap biaya yang dikeluarkan anggota sebesar
o Biaya operasional Rp 5.500.000,-/100 orang Rp 55.000,-
• Biaya pokok yang dikeluarkan untuk setiap anggota adalah Rp 55.000,- sehingga biaya keanggotaan harus di atas harga pokok. Dengan berbagai pertimbangan untuk menyeimbangkan antara harga pokok dengan jasa yang produsen keluarkan maka biaya keanggotaan yang ditawarkan adalah Rp 100.000,-/
• Dengan perbandingan harga itu maka dapat diperoleh selisih yang merupakan laba usaha yakni Rp 45.000,- untuk setiap anggota.
3. Target Penjualan
Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Jombang adalah manusia golongan produktif. Tingkat umur yang paling banyak adakah 19-20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan sangatlah rendah sehingga kesejhateraan lansia Jombang akan terjaga oleh masing-masing keluarganya.
Melihat data yang ada tersebut maka target penjualan produk ini dapat dipatok sebesar seratus orang untuk tiga bulan pertama pembukaan. Jangka waktu tiga bulan dipilih karena masa itu merupakan jangka waktu untuk promosi.
Asumsi target penjualan dapat mengembalikan modal awal dengan rincian sebagai berikut (net income didapat dari laba yang diperoleh dari anggota)
o Bulan I, dua puluh anggota pertama (net income) Rp 900.000,-
o Bulan II, tiga puluh anggota baru (net income) Rp2.250.000,-
o Bulan III, lima puluh anggota baru (net income) Rp4.500.000,-
o Bulan IV, sepuluh anggota baru (net income) Rp4.950.000,-
Dari penjumlahan laba selama empat bulan pertama maka modal awal dapat tertutupi, selanjutnya laba yang diperoleh pada bulan berikutnya merupakan laba bersih perusahaan tanpa tanggungan untuk melunasi modal yang diperoleh dari pinjaman relasi.
BAB VII
Uji Kelayakan Usaha
Stakeholder Stakeholder Interest(s) in the Project Assessment of Impact Potential Strategies for Obtaining Support or Reducing Obstacles
Karyawan Menambah tugas pelayanan bagi pelanggan A Memberikan stimulus berupa peningkatan upah jika program yang dijalankan menunjukkan perkembangan yang baik
Konsumen • Menghadirkan sarana kesehatan yang murah dan optimal
• Sedikit menambah pengeluaran
B • Mempromosikan secara gencar untuk meyakinkan pelanggan bahwa dengan bergabung dalam klub ini sepadan dengan hasil yang diperoleh
• Menunjukkan dalam media promosi bahwa fasilitas yang diberikan adalah kualitas terbaik, metode kedokteran modern yang sesuai untuk menjaga kesehatan paar lansia di Jombang
Customer Window for Health Services, Sebuah Studi Pustaka & Relevansinya melalui the FAROUT System
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam persaingan yang makin tajam di antara pelayanan jasa kesehatan, kepuasaan pelanggan menjadi prioritas utama. Penyedia harus memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan, agar mereka merasa puas. Manajemen harus mengidentifikasi faktor apa saja yang menentukan kepuasan pelanggan dan apakah faktor tersebut telah terpenuhi. Di dalam memeberikan jasa pelayanan yang baik kepada pelanggan, terdapat lima kriteria penentu kualitas jasa pelayanan yaitu keandalan, ketanggapan, keyakinan, empati serta berwujud (Philip Kotler, 1994: 561).
Kelima unsur tersebut akan menjadi acuan utama dalam kerangka pengukuran kepuasan pelanggan dengan membentuk sebuah lingkaran tanggapan mengenai tingkat kepentingan dan pelaksanaan. Keduanya akan menggambarkan apakah kepuasaan pelanggan telah terakomodir oleh produk jasa yang ditawarkan. Dalam bidang kesehatan sendiri ada empat kriteria penentu kualitas yang akan sangat berperan yakni attending skill, respect, emphaty, dan responsiveness.
Penggunaan customer window dalam menghitung kepuasan pelanggan akan sangat berguna dalam menentukan strategi apa yang sesuai untuk mempertahankan pelanggan lama dan memperlebar pangsa pasar. Pertanyaan baru timbul apakah analisis customer window ini masih relevan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Ada berbagai alat analisis kepuasan pelanggan yang dapat digunakan. Dan alasan apa yang membuat seorang peneliti menggunakan customer window ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pelayanan Jasa Kesehatan
Pelayanan jasa kesehatan merupakan sebuah industri jasa yang kompleks. Pelayanan jasa tidak hanya mencakup mengenai kualitas pelayanan namun juga hubungan interaktif pelanggan dengan penyedia, yang dalam bidang kesehatan dikenal sebagai komunikasi terapeutik. Kualitas dari komunikasi terapeutik akan sangat mempengaruhi keputusan pelanggan dalam memggunakan produk jasa kesehatan tersebut. Saat komunikasi ini berjalan dengan baik, selain tujuan penyembuhan tercapai, konsumen yang puas juga dapat diberdayakan sebagai sarana promosi. Promosi ini yang selanjutnya dapat dinyatakan sebagai sebuah pemasaran interaktif.
Indikator adanya kegiatan terapeutik adalah attending skill, respect, emphaty, dan responsiveness. Indikator inilah yang akan dinilai dan dihitung melalui diagram customer service. Data mengenai pemenuhan indikator ini diperoleh dari tanggapan pelanggan yang menyangkut tingkat kepentingan serta tingkat pelaksanaannya. Ketika dua hal ini telah terakomodir dengan baik maka kepuasan pelanggan akan tercapai. Berikut ini adalah penjelasan mengenai hasil pengukuran indikator yang akan dibuat matriks customer window-nya
1. Attending skill merupakan sikap serta keberadaan pemberi jasa kesehatan baik secara fisik dan psikologis saat melakukan komunikasi terapeutik. Hal ini diidentifikasi dalam lima cara komunikasi yang biasa disebut SOLER.
2. Respect merupakan sikap dan perilaku hormat pemberi jasa kesehatan. Hal ini diidentifikasi melalui keramahtamahan dan perhatian.
3. Emphaty merupakan sikap dan perilaku mau mendengarkan oleh pemberi layanan kesehatan.
4. Responsiveness merupakan sikap dan perilaku siaga petugas dalam mengatasi masalah kesehatan yang tiba-tiba muncul.
Selain kualitas dari komunikasi terapeutik, kualitas dari setiap fungsi manajemen akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pelayanan jasa kesehatan. Adanya sebuah keteraturan sistem dihadirkan melalui aplikasi menajemen di bidang pelayanan jasa. Dengan manajemen, sebuah pelayanan kesehatan dapat dipantau perkembangannya. Hal yang perlu dipantau ini dimulai dari tahap perencanaan hingga ke tahap penyajian layanan kesehatan. Setiap tahapan fungsi manajemen ini akan saling mempengaruhi dan tumpang tindih dengan tahap yang lainnya.
Jaminan kualitas yang pertama dari fungsi manjamen ini yakni menentukan kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk sesuai kebutuhan pelanggan, memastikan bahwa pelanggan hanya akan mendapatkan pelayanan jasa yang benar-benar optimal, melakukan pelayanan purna-jual secara efektif, dan memastikan dan menjamin bahwa pelanggan akan memperoleh kepuasan setelah mendapatkan pelayanan ( Vincent Gaspersz, 2005: 340). Berdasarkan konsep tersebut, tampak bahwa kepuasan pelanggan akan sangat penting dalam hal penilaian keberhasilan sebuah fungsi manajemen.
2.2. Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya (Oliver, 1980: 233). Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, penyedia layanan kesehatan harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya.
Sebagai syarat untuk meningkatkan kualitas dan pencapaian pelanggan total dibutuhkan pengukuran tingkat ekspektasi pelanggan menggunakan berbagai analisis ilmiah. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam hal ini adalah customer window. Customer window dilaksanakan dengan tujuan penilaian kepuasan pelanggan dengan membandingkan harapan dan penerimaan oleh pelanggan.
Konsep kepuasaan dalam layanan jasa kesehatan merupakan perwujudan dari adanya sebuah service excellence. Indikator mutu layanan ini mencakup dua hal yang bersifat struktural dan interpersonal. Secara struktural, pelayanan jasa kesehatan harus memiliki sebuah sistem manajemen. Dalam manajemen ini akan dirumuskan sebuah strategi dalam memenangkan persaingan. Secara interpersonal, adanya cerminan kasih sayang berupa perhatian dan empati dari petugas kesehatan terhadap konsumen akan menghadirkan poin kepuasan tersendiri.
2.3. Metode Penelitian
Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dianalisis menggunakan customer window dengan pertimbangan bahwa hasil yang diperoleh akan mampu menguraikan sifat-sifat dari suatu keadaan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan mencari gambaran yang sistematis serta fakta yang akurat. Penggunaan data primer dan sekunder menunjukkan bahwa customer window ini tidak hanya bersifat kualitatif namun juga mengandung unsur kuantitatif.
Dasar teori yang menjadi dasar dipilihnya customer window sebagai alat analisis adalah konsep kepuasan (3P) dengan menggunakan indikator utama kualitas pelayanan jasa. Dimensi kualitas pelayanan jasa ini akan ditransformasikan dalam sebuah skala. Skala yang digunakan terdiri dari lima tingkat atau yang dikenal dengan Likert (sangat penting, cukup penting, penting, kurang penting, dan tidak penting). Bobot setiap poin dalam Likert akan dikuantitatifkan dalam skala angka lima (sangat penting) hingga skala satu (tidak penting).
Teknik analisis yang dipergunakan adalah analisis distribusi frekwensi statistik terhadap tiap variabel untuk memperoleh gambaran sebaran masing-masing skala dalam satu variabel berdasarkan frekwensi dan persentasi. Selanjutnya dilakukan ploting pada empat kwadran jendela pelanggan berdasarkan harapan terhadap pelayanan yang diinginkan dan penilaian pelayananan yang diterima.
2.4. Proses Penerapan Teknik
Costumer window merupakan sebuah diagram cartesius yang memiliki empat kuadran yang dibagi lagi menjadi beberapa jendela yang lebih rinci. Jendela yang biasanya digunakan sebanyak 16 jendela. Jendela-jendela ini akan menunjukkan posisi dalam perbandingannya dengan ekspektasi pelanggan terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen.
Jendela yang ada di kuadran customer window memiliki empat aspek yakni (Vincent Gaspersz, 2005:59)
A merupakan kuadran attention. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya
B merupakan kuadran bravo. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan ia mendapatkannya
C merupakan kuadran cut or comunication. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia mendapatkannya
D merupakan kuadran don’t worry be happy. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya
Penerapan jendela pelanggan ini memiliki tahapan yang berurutan dan saling berkaitan, antara lain
1. Klarifikasi dan segmentasi pelanggan
2. Mendesain pertanyaan riset untuk mempelajari kepuasan relatif dan kepentingan relatif dari karakteristik produk yang diinginkan pelanggan
Data dikumpulkan dari populasi pelanggan pelayanan jasa kesehatan. Cara pengambilan data ini dilakukan secara acak. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari pelanggan berupa jawaban terhadap pertanyaan dalam kuisioner. Data sekunder diperoleh dari data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain.
Data yang dikumpulkan yakni tingkat kepentingan pelanggan dan kinerja dari pelayanan kesehatan. Hasil pengumpulan data ini diberikan bobot sesuai tingkat kepentingannya, jawaban sangat penting diberi bobot lima, jawaban penting diberi bobot empat, jawaban cukup penting diberi bobot tiga, jawaban kurang penting diberi bobot dua, dan jawaban tidak penting diberi bobot satu. Untuk penilaian kinerja juga digunakan skala Likert. Jawaban kinerja sangat baik diberi bobot lima, berarti pelanggan sangat puas. Jawaban baik mendapat bobot empat, cukup baik berbobot tiga, jawaban kurang baik memiliki bobot dua dan untuk penumpang yang tidak puas dengan menjawab tidak baik hanya mendapat bobot satu.
Tingkat kesesuaian akan diperoleh dengan membandingkan skor kinerja dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Variabel kinerja dan kepentingan pelanggan diwakilkan dalam sebuah diagram cartesius. Sumbu X merupakan tingkat kinerja pelayanan kesehatan sedangkan sumbu Y mewakili tingkat kepentingan pelanggan.
Rumus yang digunakan adalah
Di mana : Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan
Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan
Untuk setiap faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dihitung dengan rumus
Di mana : x = Skor rata-rata tingkat kepuasan
y = Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden
Hasil penghitungan tersebut selanjutnya dimasukkan dalam sebuah diagram cartesius yang terbagi menjadi empat kuadran.
Strategi yang berbeda digunakan untuk setiap kuadran sesuai dengan karakteristik posisinya masing-masing. Posisi yang terbaik adalah saat berada di kuadran B, di mana dalam hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dengan mengkonsumsi produk. Dapat dikatakan pelanggan puas. Apabila berada di kuadran A maka harus diberikan perhatian bahwa pelanggan belum memperoleh apa yang dibutuhkannya. Jika posisi berada dalam kotak C, produsen harus menghentikan penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik produk yang ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya. Sedangkan posisi D menunjukkan bahwa bukan suatu masalah bagi produsen jika pelanggan tidak mendapatkan apa yang dibutuhkannya.
2.5. Relevansi: The FAROUT System
Selama ini upaya supervisi terhadap analisis strategis dan kompetitif banyak terdapat keterbatasan sejumlah alat analisis yang sering digunakan. Selain itu alat untuk menganalisis kepuasan pelanggan ini ada bermacam-macam. Untuk membantu para analis memilih alat analisis yang akan digunakan, the FAROUT system dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan apakah alat analisisnya sudah relevan.
The FAROUT system ini menyatakan bahwa sebuah output analisis haruslah memiliki nilai pentinf bagi pengambilan keputusan. Indikator yang dipakai dalam analisis ini adalah apakah alat ini dapat menggambarkan orientasi masa depan produk, tingkat akurasi yang tinggi, efisiensi sumber daya, keobjektivan alat analisis, kegunaan, serta keterikatan dengan waktu.
Untuk mengetahui apakah customer window ini masih relevan dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan, maka the FAROUT system ini perlu dilakukan. Setiap indikator dalam the FAROUT system ini memiliki lima skala Likert. Hasil perbandingan dengan skala Likert ini selanjutnya digambarkan dalam tabel the FAROUT system.
Berikut ini merupakan analisis yang dilakukan pada customer window
Future orientation Sekarang hingga masa depan.
Customer window ini mampu menganalisis kepuasan pelanggan yang dinyatakan sekarang dan akan mempengaruhi pelayanan kesehatan ini di masa depan.
Accuracy Tingkat medium hingga tingkat tinggi.
Data ynag diperoleh merupakan data kualitatif serta data kuantitatif yang telah ditransformasi dalam angka sehingga ketelitian cakupan respon pelanggan dapat teratasi seluruhnya.
Resource efficiency Derajat rendah ke sedang.
Pelaksanaan analisis jebdela pelanggan ini butuh waktu yang cukup lama dalam pengambilan data primer dari pengisiaan kuisioner. Selain itu juga butuh banyak tenaga dalam pentransformasian data kualitatif menjadi bentuk angka.
Objectivity Derajat rendah ke medium.
Informasi yang diperoleh merupakan data primer yang subjektif. Random sampling yang digunakan justru akan membuat tidak semua pelanggan terakomodir pendapatnya.
Usefullness Derajat medium ke tinggi.
Dengan membuat customer window, penyedia pelayanan kesehatan akan mampu mengetahui posisinya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan serta telah mampukah kepuasan pelanggan terpenuhi. Mereka juga dapat melakukan intervensi apa yang akan dilakukan di setiap kuadran yang berbeda.
Timeliness Rendah ke medium.
Pengumpulan data dari berbagai sumber akan memperpanjang waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Penggunaan customer window ini ditujukan untuk menilai tingkat kepuasan pelanggan. Konteks kepuasan pelanggan dalam alat analisis ini adalah nilai kesesuaian dari apa yang menjadi kepentingan pelanggan dengan kinerja pelayanan kesehatan. Dengan mengetahui posisi nilai kesesuaian ini dalam kuadran, maka penyedia layanan kesehatan dapat menentukan intervensi apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan pelanggan lama dan meningkatkan pangsa pasar.
Relevansi penggunaan customer window ini telah dikaji melalui FAROUT system. Indikator yang dinilai dalam FAROUT system yakni mengenai orientasi masa depan, keakuratan customer window dalam menilai kepuasan pelanggan, bagaimana efisiensi sumber daya yang digunakan, objektivitas alat ini, kegunaan serta keterikatannya dengan waktu. Dengan melakukan pengkajian melalui FAROUT system, dapat diketahui bahwa customer window ini masih relevan dalam menilai kepuasan pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA
Fleisher, Craig S. Strategic and Competitive Analysis: Methods and Techniques for Analyzing Business Competition., Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey, 2003.
Gaspersz, Vincent. Total Quality Management., PT Gramedia Pustaka Utama., Jakarta., Indonesia, 2005.
Supranto. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan Pangsa Pasar.,Penerbit Rineka Cipta., Jakarta., Indonesia, 2001.
PENDAHULUAN
Dalam persaingan yang makin tajam di antara pelayanan jasa kesehatan, kepuasaan pelanggan menjadi prioritas utama. Penyedia harus memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan, agar mereka merasa puas. Manajemen harus mengidentifikasi faktor apa saja yang menentukan kepuasan pelanggan dan apakah faktor tersebut telah terpenuhi. Di dalam memeberikan jasa pelayanan yang baik kepada pelanggan, terdapat lima kriteria penentu kualitas jasa pelayanan yaitu keandalan, ketanggapan, keyakinan, empati serta berwujud (Philip Kotler, 1994: 561).
Kelima unsur tersebut akan menjadi acuan utama dalam kerangka pengukuran kepuasan pelanggan dengan membentuk sebuah lingkaran tanggapan mengenai tingkat kepentingan dan pelaksanaan. Keduanya akan menggambarkan apakah kepuasaan pelanggan telah terakomodir oleh produk jasa yang ditawarkan. Dalam bidang kesehatan sendiri ada empat kriteria penentu kualitas yang akan sangat berperan yakni attending skill, respect, emphaty, dan responsiveness.
Penggunaan customer window dalam menghitung kepuasan pelanggan akan sangat berguna dalam menentukan strategi apa yang sesuai untuk mempertahankan pelanggan lama dan memperlebar pangsa pasar. Pertanyaan baru timbul apakah analisis customer window ini masih relevan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Ada berbagai alat analisis kepuasan pelanggan yang dapat digunakan. Dan alasan apa yang membuat seorang peneliti menggunakan customer window ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pelayanan Jasa Kesehatan
Pelayanan jasa kesehatan merupakan sebuah industri jasa yang kompleks. Pelayanan jasa tidak hanya mencakup mengenai kualitas pelayanan namun juga hubungan interaktif pelanggan dengan penyedia, yang dalam bidang kesehatan dikenal sebagai komunikasi terapeutik. Kualitas dari komunikasi terapeutik akan sangat mempengaruhi keputusan pelanggan dalam memggunakan produk jasa kesehatan tersebut. Saat komunikasi ini berjalan dengan baik, selain tujuan penyembuhan tercapai, konsumen yang puas juga dapat diberdayakan sebagai sarana promosi. Promosi ini yang selanjutnya dapat dinyatakan sebagai sebuah pemasaran interaktif.
Indikator adanya kegiatan terapeutik adalah attending skill, respect, emphaty, dan responsiveness. Indikator inilah yang akan dinilai dan dihitung melalui diagram customer service. Data mengenai pemenuhan indikator ini diperoleh dari tanggapan pelanggan yang menyangkut tingkat kepentingan serta tingkat pelaksanaannya. Ketika dua hal ini telah terakomodir dengan baik maka kepuasan pelanggan akan tercapai. Berikut ini adalah penjelasan mengenai hasil pengukuran indikator yang akan dibuat matriks customer window-nya
1. Attending skill merupakan sikap serta keberadaan pemberi jasa kesehatan baik secara fisik dan psikologis saat melakukan komunikasi terapeutik. Hal ini diidentifikasi dalam lima cara komunikasi yang biasa disebut SOLER.
2. Respect merupakan sikap dan perilaku hormat pemberi jasa kesehatan. Hal ini diidentifikasi melalui keramahtamahan dan perhatian.
3. Emphaty merupakan sikap dan perilaku mau mendengarkan oleh pemberi layanan kesehatan.
4. Responsiveness merupakan sikap dan perilaku siaga petugas dalam mengatasi masalah kesehatan yang tiba-tiba muncul.
Selain kualitas dari komunikasi terapeutik, kualitas dari setiap fungsi manajemen akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pelayanan jasa kesehatan. Adanya sebuah keteraturan sistem dihadirkan melalui aplikasi menajemen di bidang pelayanan jasa. Dengan manajemen, sebuah pelayanan kesehatan dapat dipantau perkembangannya. Hal yang perlu dipantau ini dimulai dari tahap perencanaan hingga ke tahap penyajian layanan kesehatan. Setiap tahapan fungsi manajemen ini akan saling mempengaruhi dan tumpang tindih dengan tahap yang lainnya.
Jaminan kualitas yang pertama dari fungsi manjamen ini yakni menentukan kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk sesuai kebutuhan pelanggan, memastikan bahwa pelanggan hanya akan mendapatkan pelayanan jasa yang benar-benar optimal, melakukan pelayanan purna-jual secara efektif, dan memastikan dan menjamin bahwa pelanggan akan memperoleh kepuasan setelah mendapatkan pelayanan ( Vincent Gaspersz, 2005: 340). Berdasarkan konsep tersebut, tampak bahwa kepuasan pelanggan akan sangat penting dalam hal penilaian keberhasilan sebuah fungsi manajemen.
2.2. Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya (Oliver, 1980: 233). Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, penyedia layanan kesehatan harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya.
Sebagai syarat untuk meningkatkan kualitas dan pencapaian pelanggan total dibutuhkan pengukuran tingkat ekspektasi pelanggan menggunakan berbagai analisis ilmiah. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam hal ini adalah customer window. Customer window dilaksanakan dengan tujuan penilaian kepuasan pelanggan dengan membandingkan harapan dan penerimaan oleh pelanggan.
Konsep kepuasaan dalam layanan jasa kesehatan merupakan perwujudan dari adanya sebuah service excellence. Indikator mutu layanan ini mencakup dua hal yang bersifat struktural dan interpersonal. Secara struktural, pelayanan jasa kesehatan harus memiliki sebuah sistem manajemen. Dalam manajemen ini akan dirumuskan sebuah strategi dalam memenangkan persaingan. Secara interpersonal, adanya cerminan kasih sayang berupa perhatian dan empati dari petugas kesehatan terhadap konsumen akan menghadirkan poin kepuasan tersendiri.
2.3. Metode Penelitian
Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dianalisis menggunakan customer window dengan pertimbangan bahwa hasil yang diperoleh akan mampu menguraikan sifat-sifat dari suatu keadaan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan mencari gambaran yang sistematis serta fakta yang akurat. Penggunaan data primer dan sekunder menunjukkan bahwa customer window ini tidak hanya bersifat kualitatif namun juga mengandung unsur kuantitatif.
Dasar teori yang menjadi dasar dipilihnya customer window sebagai alat analisis adalah konsep kepuasan (3P) dengan menggunakan indikator utama kualitas pelayanan jasa. Dimensi kualitas pelayanan jasa ini akan ditransformasikan dalam sebuah skala. Skala yang digunakan terdiri dari lima tingkat atau yang dikenal dengan Likert (sangat penting, cukup penting, penting, kurang penting, dan tidak penting). Bobot setiap poin dalam Likert akan dikuantitatifkan dalam skala angka lima (sangat penting) hingga skala satu (tidak penting).
Teknik analisis yang dipergunakan adalah analisis distribusi frekwensi statistik terhadap tiap variabel untuk memperoleh gambaran sebaran masing-masing skala dalam satu variabel berdasarkan frekwensi dan persentasi. Selanjutnya dilakukan ploting pada empat kwadran jendela pelanggan berdasarkan harapan terhadap pelayanan yang diinginkan dan penilaian pelayananan yang diterima.
2.4. Proses Penerapan Teknik
Costumer window merupakan sebuah diagram cartesius yang memiliki empat kuadran yang dibagi lagi menjadi beberapa jendela yang lebih rinci. Jendela yang biasanya digunakan sebanyak 16 jendela. Jendela-jendela ini akan menunjukkan posisi dalam perbandingannya dengan ekspektasi pelanggan terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen.
Jendela yang ada di kuadran customer window memiliki empat aspek yakni (Vincent Gaspersz, 2005:59)
A merupakan kuadran attention. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya
B merupakan kuadran bravo. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan ia mendapatkannya
C merupakan kuadran cut or comunication. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia mendapatkannya
D merupakan kuadran don’t worry be happy. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya
Penerapan jendela pelanggan ini memiliki tahapan yang berurutan dan saling berkaitan, antara lain
1. Klarifikasi dan segmentasi pelanggan
2. Mendesain pertanyaan riset untuk mempelajari kepuasan relatif dan kepentingan relatif dari karakteristik produk yang diinginkan pelanggan
Data dikumpulkan dari populasi pelanggan pelayanan jasa kesehatan. Cara pengambilan data ini dilakukan secara acak. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari pelanggan berupa jawaban terhadap pertanyaan dalam kuisioner. Data sekunder diperoleh dari data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain.
Data yang dikumpulkan yakni tingkat kepentingan pelanggan dan kinerja dari pelayanan kesehatan. Hasil pengumpulan data ini diberikan bobot sesuai tingkat kepentingannya, jawaban sangat penting diberi bobot lima, jawaban penting diberi bobot empat, jawaban cukup penting diberi bobot tiga, jawaban kurang penting diberi bobot dua, dan jawaban tidak penting diberi bobot satu. Untuk penilaian kinerja juga digunakan skala Likert. Jawaban kinerja sangat baik diberi bobot lima, berarti pelanggan sangat puas. Jawaban baik mendapat bobot empat, cukup baik berbobot tiga, jawaban kurang baik memiliki bobot dua dan untuk penumpang yang tidak puas dengan menjawab tidak baik hanya mendapat bobot satu.
Tingkat kesesuaian akan diperoleh dengan membandingkan skor kinerja dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Variabel kinerja dan kepentingan pelanggan diwakilkan dalam sebuah diagram cartesius. Sumbu X merupakan tingkat kinerja pelayanan kesehatan sedangkan sumbu Y mewakili tingkat kepentingan pelanggan.
Rumus yang digunakan adalah
Di mana : Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan
Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan
Untuk setiap faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dihitung dengan rumus
Di mana : x = Skor rata-rata tingkat kepuasan
y = Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden
Hasil penghitungan tersebut selanjutnya dimasukkan dalam sebuah diagram cartesius yang terbagi menjadi empat kuadran.
Strategi yang berbeda digunakan untuk setiap kuadran sesuai dengan karakteristik posisinya masing-masing. Posisi yang terbaik adalah saat berada di kuadran B, di mana dalam hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dengan mengkonsumsi produk. Dapat dikatakan pelanggan puas. Apabila berada di kuadran A maka harus diberikan perhatian bahwa pelanggan belum memperoleh apa yang dibutuhkannya. Jika posisi berada dalam kotak C, produsen harus menghentikan penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik produk yang ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya. Sedangkan posisi D menunjukkan bahwa bukan suatu masalah bagi produsen jika pelanggan tidak mendapatkan apa yang dibutuhkannya.
2.5. Relevansi: The FAROUT System
Selama ini upaya supervisi terhadap analisis strategis dan kompetitif banyak terdapat keterbatasan sejumlah alat analisis yang sering digunakan. Selain itu alat untuk menganalisis kepuasan pelanggan ini ada bermacam-macam. Untuk membantu para analis memilih alat analisis yang akan digunakan, the FAROUT system dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan apakah alat analisisnya sudah relevan.
The FAROUT system ini menyatakan bahwa sebuah output analisis haruslah memiliki nilai pentinf bagi pengambilan keputusan. Indikator yang dipakai dalam analisis ini adalah apakah alat ini dapat menggambarkan orientasi masa depan produk, tingkat akurasi yang tinggi, efisiensi sumber daya, keobjektivan alat analisis, kegunaan, serta keterikatan dengan waktu.
Untuk mengetahui apakah customer window ini masih relevan dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan, maka the FAROUT system ini perlu dilakukan. Setiap indikator dalam the FAROUT system ini memiliki lima skala Likert. Hasil perbandingan dengan skala Likert ini selanjutnya digambarkan dalam tabel the FAROUT system.
Berikut ini merupakan analisis yang dilakukan pada customer window
Future orientation Sekarang hingga masa depan.
Customer window ini mampu menganalisis kepuasan pelanggan yang dinyatakan sekarang dan akan mempengaruhi pelayanan kesehatan ini di masa depan.
Accuracy Tingkat medium hingga tingkat tinggi.
Data ynag diperoleh merupakan data kualitatif serta data kuantitatif yang telah ditransformasi dalam angka sehingga ketelitian cakupan respon pelanggan dapat teratasi seluruhnya.
Resource efficiency Derajat rendah ke sedang.
Pelaksanaan analisis jebdela pelanggan ini butuh waktu yang cukup lama dalam pengambilan data primer dari pengisiaan kuisioner. Selain itu juga butuh banyak tenaga dalam pentransformasian data kualitatif menjadi bentuk angka.
Objectivity Derajat rendah ke medium.
Informasi yang diperoleh merupakan data primer yang subjektif. Random sampling yang digunakan justru akan membuat tidak semua pelanggan terakomodir pendapatnya.
Usefullness Derajat medium ke tinggi.
Dengan membuat customer window, penyedia pelayanan kesehatan akan mampu mengetahui posisinya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan serta telah mampukah kepuasan pelanggan terpenuhi. Mereka juga dapat melakukan intervensi apa yang akan dilakukan di setiap kuadran yang berbeda.
Timeliness Rendah ke medium.
Pengumpulan data dari berbagai sumber akan memperpanjang waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Penggunaan customer window ini ditujukan untuk menilai tingkat kepuasan pelanggan. Konteks kepuasan pelanggan dalam alat analisis ini adalah nilai kesesuaian dari apa yang menjadi kepentingan pelanggan dengan kinerja pelayanan kesehatan. Dengan mengetahui posisi nilai kesesuaian ini dalam kuadran, maka penyedia layanan kesehatan dapat menentukan intervensi apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan pelanggan lama dan meningkatkan pangsa pasar.
Relevansi penggunaan customer window ini telah dikaji melalui FAROUT system. Indikator yang dinilai dalam FAROUT system yakni mengenai orientasi masa depan, keakuratan customer window dalam menilai kepuasan pelanggan, bagaimana efisiensi sumber daya yang digunakan, objektivitas alat ini, kegunaan serta keterikatannya dengan waktu. Dengan melakukan pengkajian melalui FAROUT system, dapat diketahui bahwa customer window ini masih relevan dalam menilai kepuasan pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA
Fleisher, Craig S. Strategic and Competitive Analysis: Methods and Techniques for Analyzing Business Competition., Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey, 2003.
Gaspersz, Vincent. Total Quality Management., PT Gramedia Pustaka Utama., Jakarta., Indonesia, 2005.
Supranto. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan Pangsa Pasar.,Penerbit Rineka Cipta., Jakarta., Indonesia, 2001.
Penentuan Status Gizi Pernicious Anemia
Nutritional Record, Pernicious Anemia
Pernicious anemia is a kind of anemia. Even its rare happen in Indonesia, Pernacious anemia must be detected as well as Fe Anemia. Since vitamin B12 is essential for normal nervous system function and blood cell production.
BAB I
Anemia Pernisiosa
Anemia merupakan suatu penyakit yang terjadi saat darah tidak lagi memiliki sel darah merah yang cukup maupun saat darah kurang mengandung unsur hemoglobin. Hemoglobin merupakan zat warna yang membawa oksigen dan ditemukan pada sel darah merah. Anemia sendiri tergolong penyakit yang dapat membahayakan hidup manusia. Walaupun ada sekitar lebih dari 400 macam bentuk anemia, penyakit ini hanya digolongkan menjadi tiga kelompok anemia yang utama yaitu anemia defisiensi zat besi, anemia B 12 dan anemia defisiensi asam folat.
Anemia vitamin B12 merupakan jenis anemia yang merupakan dampak ketidakmampuan saluran pencernaan menyerap vitamin B12 dari makanan yang normal dikonsumsi. B12 sendiri sangat berperan dalam menghasilkan sel darah merah dan pemeliharaan sistem saraf tubuh. Vitamin B12 dapat diperoleh dari makanan hewani seperti daging, ikan dan produk susu.
Ada empat penyebab utama dari anemia jenis ini, yaitu
1. Kegagalan saluran pencernaan menghasilkan faktor intrinsik. Faktor intrinsik adalah sebuah protein yang dihasilkan oleh saluran cerna dan dikombinasikan dengan vitamin B12 di usus halus. Karena merupakan sebuah autoimune disorder, produksi faktor intrinsik terhambat.
2. Keadaan yang tidak normal pada usus halus dimana vitamin B12 diserap.
3. Crohn’s disease – sebuah penyakit peradangan kronis yang berdampak pada sebagian saluran cerna.
4. Menjadi seorang vegetarian termasuk tidak makan telur, produk susu, daging dan ikan.
Gejala dari anemia B12 mirip dengan anemia zat besi yaitu
Pucat
Lemah
Lelah
Nyeri dada (kasus yang parah)
Nafas yang pendek dan cepat (kasus yang parah)
Tekanan darah rendah
Gejala lain yang membedakan anemia B12 dengan anemia zat besi yakni adanya jaundice, mati rasa pada tangan dan kaki, sakit pada mulut dan tenggorokan, dan bingung.
Anemia dapat didiagnosis dari gejala ynag dirasakan oleh pasien dan melalui sebuah pemeriksaan darah yang mengukur tingkat hemoglobin darah serta substansi lain yang menyebabkan anemia semisal kadar Fe, bilirubin dan B12. Metode lain yang dapat digunakan adalah Bone Marrow Biopsy. Pemeriksaan ini membantu mendiagnosis anemia B12. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah CBC, LDH, Vitamin B12 level, dan Schilling test
Perwatan untuk anemia B12 tergantung pada penyebab spesifiknya. Perawatan mutakhir untuk mengobati anemia pernisiosa adalah injeksi B12 setiap bulan dalam waktu yang cukup panjang. Anemia karena kekuranagan vitamin B12 dapat disarankan untuk mengkonsumsi suplemen vitamin B kompleks dan mengikuti sebuah diet berimbang serta dapat ditambah dengan injeksi vitamin B12 pada wkatu tertentu. Sedangkan untuk anemia karena malabsorpsi diobati dengan injeksi vitamin B12 hingga kondisinya membaik. Diagnosis yang cepat akan sangat berpengaruh pada kesembuhan penyakit ini.
BAB II
Kasus
Anemia B12 masih jarang terjadi di Indonesia. Anemia yang paling sering terjadi di Indonesia adalah anemia zat besi yang biasanya menyerang ibu hamil dan menjadi penyebab utama tingginya angka kematian ibu hamil. Anemia B12 dapat menyerang siapa saja, risikonya akan meningkat jika ia memiliki keadaan yang menghambat penyerapan vitamin B12 seperti kasus berikut ini. Berikut ini merupakan keluhan pasien yang merasakan gejala anemia B12 yang telah dimuat di sebuah situs konsultasi dengan dokter. Kasus ini terjadi di Wisconsin, USA pada tanggal 28 Maret 2007.
BAB III
Diagnosis
Tahap pertama dalam menentukan penyakit apa yang diderita oleh pasien adalah dengan melakukan anamnesa. Petugas mendengarkan keluhan penyakit yang dirasakan pasien. Apa saja yang dirasakan pasien dicatat dalam sebuah lembar pemeriksaan. Petugas juga harus melihat tanda klinis yang ada pada pasien. Gejala dan tanda klinis tersebut selanjutnya dicocokkan dengan karakteristik dari sebuah penyakit serta riwayat penyakit pasien. Dari anamnesa tersebut dapat diketahui gambaran penyakit apa yang diderita dan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan.
Dalam kasus yang diderita oleh Bethi, pasien merasakan bahwa mulut dan tenggorokannya sakit, sering letih, lesu dan mudah capai walaupun sudah banyak istirahat serta tangan dan kakinya sering mati rasa. Riwayat penyakitnya menunjukkan bahwa Beth memiliki penyakit asam urat dan infeksi lambung. Obat-obatan yang dikonsumsi juga beragam sesuai penyakit yang diderita sebelumnya dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan efek samping pada tubuh. Beth juga baru menyelesaikan rawat inap di rumah sakit karena peradangan saraf.
Hingga tahap ini, petugas belum dapat memastikan penyakit apa yang diderita oleh Beth. Petugas hanya dapat mempersempit kemungkinan penyakit apa yang sesuai dengan gejala dan tanda tersebut. Dalam kasus ini, petugas memiliki asumsi bahwa Beth mungkin saja menderita :
1. Anemia pernisiosa, dengan melihat pertimbangan bahwa gejala penyakit ini ditemukan pada Beth yakni pucat, lemah, lelah, mati rasa pada tangan dan kaki serta sakit pada mulut dan tenggorokan. Untuk memastikan kemungkinan ini masih harus dilakukan pemeriksaan lanjutan baik berupa pemeriksaan dietetik serta mutlak dilakukan tes laboratorium untuk mengetahui level B12 dalam darah.
2. Masih dalam tahap recovery setelah menyelesaikan rawat inap di rumah sakit. Dalam masa recovery dibutuhkan banyak tenaga untuk kembali mencapai tahap fit. Namun masa recovery ini tidak mampu menjelaskan mengenai gejala mati rasa yang dirasakan Beth. Selain itu, jangka waktu Beth untuk recovery yang terlalu lama (hampir lima bulan) semakin menunjukkan ada yang salah dengan sistem imunitasnya. Hal ini juga mengacu pada terjadinya anemia vitamin B12 sebagai autoimune disorder.
3. Penyakit asam uratnya telah sampai pada tahap yang sangat serius hingga mempengaruhi persarafaannya hingga muncul gejala mati rasa. Untuk mengetahui kemungkinan ini harus dilakukan uji darah di laboratorium. Obat-obatan yang dikonsumsi juga harus dikaji ulang apakah memiliki kemungkinan menyebabkan kontraindikasi pada tubuh Beth selama ini.
Setelah diperoleh beberapa kemungkinan penyakit maka dapat dilanjutkan dengan menentukan pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Tidak perlu dilakukan complete general check up karena akan membuat biaya pemeriksaan menjdai tidak efisien. Untuk menegakkan dignosis cukup dilakukan uji yang akan membuktikan penyakit tersebut secara spesifik. Pemeriksaan yang akan dilakukan yakni
Uji di laboratorium :
- Abdominal CT, memriksa rasa sakit pada perut yang sudah dirasakan lama. Selain itu pemeriksaan ini akan membantu mengetahui keadaan GIT, sehingga diketahui ada hal yang menyebabkan malabsorbsi vitamin B12 atau tidak.
- GI x-ray, memeriksa apakah asam urat yang telah diderita sejak lama sudah pada tahap pengapuran pada sendi sehingga akan mampu menjelaskan gejala mati rasa akibat saraf tertekan.
- MRI dan dua electrical tests pada saraf akan menunjukkan sensitifitas saraf dan melihat seberapa parah defisiensi vitamin B12 tersebut terhadap kesehatan saraf.
- B12 blood test, untuk mengetahui secara pasti kadar vitamin B12 dalam tubuh dan apakah masih pada tahap normla atau sudah pada tahap anemia akut.
Selain uji laboratorium tersebut, petugas juga harus memeriksa apakah asupan makanan yang dikonsumsi Beth telah mencukupi standard serta adakah makanan mempengaruhi keluhan pasien. Pemeriksaan ini dapat menggunakan metode 24 hours recall method. Dengan metode ini diharapkan akan diketahui pola konsumsi makanan setiap harinya.
Pemeriksaan tidak hanya berhenti hingga tahap itu. Petugas harus mengetahui latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta riwayat kesehatan keluarganya sebagai pertimbangan. Dengan mengetahui hal tersebut maka penegakkan diagnosis akan lebih valid. Untuk mempernudah dalam menganalisis dan pencatatan hasil pemeriksaan dibuat sebuah form nutritional record (form 1).
Dari form yang diisi tersebut akan diketahui secara jelas hal yang mendukung penegakkan masalah gizi yang dihadapi. Setelah penyebab malnutrisi telah jelas diketahui maka selanjutnya dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Selain harus tepat mengatasi sumber penyebab malnutrisi tersebut, pengobatan yang dipilih harus tidak bertentangan alergi dan food taboo yang dimiliki.
BAB IV
HASIL dan PENGOBATAN
Setelah melihat hasil pemeriksaan dan isian form nutritional record, dapat dipastikan bahwa Beth menderita defisiensi B12 akut yang mengarah pada terjadinya anemia B12. Hal ini terjadi sebagai efek samping penggunaan obat-obatan untuk asam urat kronis. Beth telah mengkonsumsi obat asam urat berupa Nexium dan Zantac untuk waktu yang cukup lama sejak ia divonis dokter menderita asam urat. Cara kerja kedua jenis obat ini adalah dengan menghambat produksi asam, padahal asam dibutuhkan untuk penyerapan B12. Obat lainnya seperti Metformin yang dikonsumsi setiap hari oleh Beth juga menurunkan penyerapan vitamin dan mineral.
Melihat gejala yang dirasakan oleh Beth selama ini, ada kemungkinan bahwa defisiensi ini telah meningkat menjadi anemia pernisiosa. Anemia pernisiosa atau anemia B12 yang diderita Beth ini didasarkan bahwa Beth telah merasakan gejala klinis khas anemia pernisiosa seperti rasa sakit pada mulut dan tenggorokan serta mati rasa pada tangan dan kaki. Anemia B12 ini merupakan anemia yang disebabkan karena malabsorbsi B12 di dalam tubuh. Malabsorbsi ini sendiri karena adanya obat-obatan yang mengandung zat yang menghambat peneyerapan vitamin B12.
Pengobatan yang dilakukan harus tepat sasaran yakni dengan mengatasi masalah malabsorbsinya dahulu dan selanjutnya baru mengatasi defisiensi B12 nya. Hal yang pertama disarankan adalah mengganti obat tersebut dengan obat jenis lain yang tidak menghambat penyerapan B12. Selanjutnya baru diberikan suplementasi B12 dosis tinggi. Namun jika dengan alasan medis, penggantian jenis obat itu tidak dapat dilakukan maka petugas menyarankan Beth untuk menjalankan injeksi B12. Injeksi B12 ini dilakukan dalam regimen yang diberikan jangka panjang selama. Setelah nampak perbaikan kondisi baru penyuntikan dilakukan dengan regimen yang lebih sedikit.
Form 1
NUTRITION RECORD
(Balita, Anak Sekolah, Remaja, Dewasa, Lansia)
A. Identitas
a. Nama : Beth
b. Umur : 29 tahun
c. Jenis Kelamin : Wanita
B. Pengukuran Status Gizi
a. Antropometri :
1. Berat badan : 56 kg
2. Tinggi badan : 164 cm
b. Diet : 24 hours recall method
c. Laboratorium :
1. abdominal CT, hasilnya normal – tidak ada tanda yang menunjukkan risiko nyeri perut
2. GI x-ray, menunjukkan acid reflux disease
3. MRI, hasilnya normal and dua electrical tests pada saraf juga menunjukkan hasil normal
4. B12 blood test, hasilnya menunjukkan tanda kekurangan vitamin B12 namun belum pada tahap anemia B12
d. Klinis :
1. Pucat (+)
2. Mulut dan tenggorokkan terasa sakit
3. Letih, lesu dan mudah capai
4. Mati rasa pada lengan tangan dan kaki
C. Lingkungan
a. Faktor sosio ekonomi
i. Pekerjaan : pustakawan dengan jam kerja tujuh jam per hari, empat hari kerja per minggu
ii. Pendapatan : $235.00 atau setara dengan Rp 2.984.500,00
iii. Rumah : Lantai ke-3 di sebuah apartement dengan tiga kamar tidur
- Sudah termasuk rumah sehat karena merupakan standard apartment
- Pembersihan juga sudah sesuai standard karena dikelola oleh petugas kebersihan yang telah disediakan pengelola apartment
- Kepadatan penghuni juga tidak melibihi batas kesehatan
iv. Dapur :
- Standard apartment
- Untuk pengolahan bahan makanan juga bersih
v. Pendidikan : D-3 Bahasa Jerman
vi. Sumber Air : disediakan apartment, jasa perusahaan air negara
vii. Data keluarga :
Ayah
Nama : Davis
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : pensiunan banker
Riwayat penyakit : Asam urat (acid reflux disease), jantung koroner
Kakak laki-laki
Nama : Travis
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Tour guide
Riwayat penyakit : Maag ringan
b. Faktor makanan
i. Pola makan
1. Jumlah : tidak pasti tergantung selera makan
2. Jenis :
a. Sarapan : roti, telur, jus jeruk
b. Makan siang : kentang, daging merah olahan, seafood, sayur (jagung dan wortel), kopi/ teh, kadang fast food dengan minuman soda
c. Makan malam : salad sayur (sawi, selada, kol), susu
3. Frekuensi : tiga kali sehari
ii. Alergi makanan : -
iii. Diet yang sekarang dijalankan : -
c. Faktor budaya :
Merupakan wanita karier dengan gaya hidup modern.
Tingkat pendapatan yang cukup tinggi sehingga memungkinkan terlalu seringnya konsumsi daging merah dan seafood.
Tingkat kesibukan tinggi, jarang olahraga dan terlambat makan.
Faktor pekerjaan yang lebih banyak duduk sehingga kurang gerak.
d. Faktor sanitasi lingkungan
i. Jamban : toilet duduk
ii. Tempat sampah : pengelolaan sampah apartment
iii. Pengelolaan air : penyediaan air di apartment
iv. Jumlah anggota keluarga : tiga orang (hidup dengan ayah dan kakak laki-laki)
D. Nutritionally Relevant Infection Rate
a. TBC, Batuk rejan, Pneumonia
b. Penyakit diare : Bakteri, Disentri
c. Virus : measles/ gabag, rota virus, virus HIV
d. Parasit : malaria, penyakit cacing : cacing gelang, cacing tambang, cacing kremi, dll.
E. Penyakit Kronis
- Asam urat sudah diderita selama 5-6 tahun
- Rasa panas dalam perut dirasakan selama 3-4 tahun
- Infeksi sinus
F. Kelainan Bawaan : tidak ada
G. Obat yang Digunakan Saat Ini
1. Selama lima tahun terakhir sejak divonis asam urat dan berhenti setelah rawat inap terakhir karena peradangan saraf, obatnya antara lain
Metformin 500 mg 2x sehari
Nexium 40 mg
Zantac
Singulair 10 mg
Zyrtec 10 mg
Toprol 25 mg
2. Setelah pulang rawat inap terakhir mengkonsumsi obat Aciphex selama tiga bulan terakhir hingga sekarang
3. Antacids setiap hari untuk maag, sudah tiga bulan terakhir
H. Sejarah Timbulnya Gejala yang mendukung Terjadinya Malnutrisi
- Baru menyelesaikan rawat inap rumah sakit dan masih dalam pengawasan dokter dengan diagnosis awal peradangan saraf
- Sakit di daerah upper abdomen dalam lima bulan terakhir, disertai mati rasa pada lengan tangan dan kaki. Mati rasa ini umumnya pada sebelah kiri, namun lebih kadang seluruh tubuh bahkan wajah.
- Terdengar suara nyaring pada kandung kemih
- Merasa lelah sepanjang hari
- Sakit kepala hampir setiap hari
I. Diagnosa : Defisiensi vitamin B12 yang mengarah pada terjadinya Anemia Pernisiosa/ Anemia B12 yang disebakan karena pemakaian obat suppresan B12 ( obat-obatan asam urat dan maag yang meghambat pembentukan protein penyerap B12)
J. Terapi Nutrisi/ Penanggulangan Nutrisi
a. Individu : Suntik vitamin B12 untuk mengurangi dampak obat supressan B12
b. Kelompok Masyarakat : Perbanyak bahan makanan sumber vitamin B12
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Health Encyclopedia - Diseases and Conditions : Anemia. Available from URL : HYPERLINK http://www.healthscout.com/anemia
Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.
Matsui, William. Anemia - B12 deficiency. 14 February2007 Available from URL : HYPERLINK http:// www.nlm.nih.gov/ encyclopedia
Pernicious anemia is a kind of anemia. Even its rare happen in Indonesia, Pernacious anemia must be detected as well as Fe Anemia. Since vitamin B12 is essential for normal nervous system function and blood cell production.
BAB I
Anemia Pernisiosa
Anemia merupakan suatu penyakit yang terjadi saat darah tidak lagi memiliki sel darah merah yang cukup maupun saat darah kurang mengandung unsur hemoglobin. Hemoglobin merupakan zat warna yang membawa oksigen dan ditemukan pada sel darah merah. Anemia sendiri tergolong penyakit yang dapat membahayakan hidup manusia. Walaupun ada sekitar lebih dari 400 macam bentuk anemia, penyakit ini hanya digolongkan menjadi tiga kelompok anemia yang utama yaitu anemia defisiensi zat besi, anemia B 12 dan anemia defisiensi asam folat.
Anemia vitamin B12 merupakan jenis anemia yang merupakan dampak ketidakmampuan saluran pencernaan menyerap vitamin B12 dari makanan yang normal dikonsumsi. B12 sendiri sangat berperan dalam menghasilkan sel darah merah dan pemeliharaan sistem saraf tubuh. Vitamin B12 dapat diperoleh dari makanan hewani seperti daging, ikan dan produk susu.
Ada empat penyebab utama dari anemia jenis ini, yaitu
1. Kegagalan saluran pencernaan menghasilkan faktor intrinsik. Faktor intrinsik adalah sebuah protein yang dihasilkan oleh saluran cerna dan dikombinasikan dengan vitamin B12 di usus halus. Karena merupakan sebuah autoimune disorder, produksi faktor intrinsik terhambat.
2. Keadaan yang tidak normal pada usus halus dimana vitamin B12 diserap.
3. Crohn’s disease – sebuah penyakit peradangan kronis yang berdampak pada sebagian saluran cerna.
4. Menjadi seorang vegetarian termasuk tidak makan telur, produk susu, daging dan ikan.
Gejala dari anemia B12 mirip dengan anemia zat besi yaitu
Pucat
Lemah
Lelah
Nyeri dada (kasus yang parah)
Nafas yang pendek dan cepat (kasus yang parah)
Tekanan darah rendah
Gejala lain yang membedakan anemia B12 dengan anemia zat besi yakni adanya jaundice, mati rasa pada tangan dan kaki, sakit pada mulut dan tenggorokan, dan bingung.
Anemia dapat didiagnosis dari gejala ynag dirasakan oleh pasien dan melalui sebuah pemeriksaan darah yang mengukur tingkat hemoglobin darah serta substansi lain yang menyebabkan anemia semisal kadar Fe, bilirubin dan B12. Metode lain yang dapat digunakan adalah Bone Marrow Biopsy. Pemeriksaan ini membantu mendiagnosis anemia B12. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah CBC, LDH, Vitamin B12 level, dan Schilling test
Perwatan untuk anemia B12 tergantung pada penyebab spesifiknya. Perawatan mutakhir untuk mengobati anemia pernisiosa adalah injeksi B12 setiap bulan dalam waktu yang cukup panjang. Anemia karena kekuranagan vitamin B12 dapat disarankan untuk mengkonsumsi suplemen vitamin B kompleks dan mengikuti sebuah diet berimbang serta dapat ditambah dengan injeksi vitamin B12 pada wkatu tertentu. Sedangkan untuk anemia karena malabsorpsi diobati dengan injeksi vitamin B12 hingga kondisinya membaik. Diagnosis yang cepat akan sangat berpengaruh pada kesembuhan penyakit ini.
BAB II
Kasus
Anemia B12 masih jarang terjadi di Indonesia. Anemia yang paling sering terjadi di Indonesia adalah anemia zat besi yang biasanya menyerang ibu hamil dan menjadi penyebab utama tingginya angka kematian ibu hamil. Anemia B12 dapat menyerang siapa saja, risikonya akan meningkat jika ia memiliki keadaan yang menghambat penyerapan vitamin B12 seperti kasus berikut ini. Berikut ini merupakan keluhan pasien yang merasakan gejala anemia B12 yang telah dimuat di sebuah situs konsultasi dengan dokter. Kasus ini terjadi di Wisconsin, USA pada tanggal 28 Maret 2007.
BAB III
Diagnosis
Tahap pertama dalam menentukan penyakit apa yang diderita oleh pasien adalah dengan melakukan anamnesa. Petugas mendengarkan keluhan penyakit yang dirasakan pasien. Apa saja yang dirasakan pasien dicatat dalam sebuah lembar pemeriksaan. Petugas juga harus melihat tanda klinis yang ada pada pasien. Gejala dan tanda klinis tersebut selanjutnya dicocokkan dengan karakteristik dari sebuah penyakit serta riwayat penyakit pasien. Dari anamnesa tersebut dapat diketahui gambaran penyakit apa yang diderita dan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan.
Dalam kasus yang diderita oleh Bethi, pasien merasakan bahwa mulut dan tenggorokannya sakit, sering letih, lesu dan mudah capai walaupun sudah banyak istirahat serta tangan dan kakinya sering mati rasa. Riwayat penyakitnya menunjukkan bahwa Beth memiliki penyakit asam urat dan infeksi lambung. Obat-obatan yang dikonsumsi juga beragam sesuai penyakit yang diderita sebelumnya dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan efek samping pada tubuh. Beth juga baru menyelesaikan rawat inap di rumah sakit karena peradangan saraf.
Hingga tahap ini, petugas belum dapat memastikan penyakit apa yang diderita oleh Beth. Petugas hanya dapat mempersempit kemungkinan penyakit apa yang sesuai dengan gejala dan tanda tersebut. Dalam kasus ini, petugas memiliki asumsi bahwa Beth mungkin saja menderita :
1. Anemia pernisiosa, dengan melihat pertimbangan bahwa gejala penyakit ini ditemukan pada Beth yakni pucat, lemah, lelah, mati rasa pada tangan dan kaki serta sakit pada mulut dan tenggorokan. Untuk memastikan kemungkinan ini masih harus dilakukan pemeriksaan lanjutan baik berupa pemeriksaan dietetik serta mutlak dilakukan tes laboratorium untuk mengetahui level B12 dalam darah.
2. Masih dalam tahap recovery setelah menyelesaikan rawat inap di rumah sakit. Dalam masa recovery dibutuhkan banyak tenaga untuk kembali mencapai tahap fit. Namun masa recovery ini tidak mampu menjelaskan mengenai gejala mati rasa yang dirasakan Beth. Selain itu, jangka waktu Beth untuk recovery yang terlalu lama (hampir lima bulan) semakin menunjukkan ada yang salah dengan sistem imunitasnya. Hal ini juga mengacu pada terjadinya anemia vitamin B12 sebagai autoimune disorder.
3. Penyakit asam uratnya telah sampai pada tahap yang sangat serius hingga mempengaruhi persarafaannya hingga muncul gejala mati rasa. Untuk mengetahui kemungkinan ini harus dilakukan uji darah di laboratorium. Obat-obatan yang dikonsumsi juga harus dikaji ulang apakah memiliki kemungkinan menyebabkan kontraindikasi pada tubuh Beth selama ini.
Setelah diperoleh beberapa kemungkinan penyakit maka dapat dilanjutkan dengan menentukan pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Tidak perlu dilakukan complete general check up karena akan membuat biaya pemeriksaan menjdai tidak efisien. Untuk menegakkan dignosis cukup dilakukan uji yang akan membuktikan penyakit tersebut secara spesifik. Pemeriksaan yang akan dilakukan yakni
Uji di laboratorium :
- Abdominal CT, memriksa rasa sakit pada perut yang sudah dirasakan lama. Selain itu pemeriksaan ini akan membantu mengetahui keadaan GIT, sehingga diketahui ada hal yang menyebabkan malabsorbsi vitamin B12 atau tidak.
- GI x-ray, memeriksa apakah asam urat yang telah diderita sejak lama sudah pada tahap pengapuran pada sendi sehingga akan mampu menjelaskan gejala mati rasa akibat saraf tertekan.
- MRI dan dua electrical tests pada saraf akan menunjukkan sensitifitas saraf dan melihat seberapa parah defisiensi vitamin B12 tersebut terhadap kesehatan saraf.
- B12 blood test, untuk mengetahui secara pasti kadar vitamin B12 dalam tubuh dan apakah masih pada tahap normla atau sudah pada tahap anemia akut.
Selain uji laboratorium tersebut, petugas juga harus memeriksa apakah asupan makanan yang dikonsumsi Beth telah mencukupi standard serta adakah makanan mempengaruhi keluhan pasien. Pemeriksaan ini dapat menggunakan metode 24 hours recall method. Dengan metode ini diharapkan akan diketahui pola konsumsi makanan setiap harinya.
Pemeriksaan tidak hanya berhenti hingga tahap itu. Petugas harus mengetahui latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta riwayat kesehatan keluarganya sebagai pertimbangan. Dengan mengetahui hal tersebut maka penegakkan diagnosis akan lebih valid. Untuk mempernudah dalam menganalisis dan pencatatan hasil pemeriksaan dibuat sebuah form nutritional record (form 1).
Dari form yang diisi tersebut akan diketahui secara jelas hal yang mendukung penegakkan masalah gizi yang dihadapi. Setelah penyebab malnutrisi telah jelas diketahui maka selanjutnya dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Selain harus tepat mengatasi sumber penyebab malnutrisi tersebut, pengobatan yang dipilih harus tidak bertentangan alergi dan food taboo yang dimiliki.
BAB IV
HASIL dan PENGOBATAN
Setelah melihat hasil pemeriksaan dan isian form nutritional record, dapat dipastikan bahwa Beth menderita defisiensi B12 akut yang mengarah pada terjadinya anemia B12. Hal ini terjadi sebagai efek samping penggunaan obat-obatan untuk asam urat kronis. Beth telah mengkonsumsi obat asam urat berupa Nexium dan Zantac untuk waktu yang cukup lama sejak ia divonis dokter menderita asam urat. Cara kerja kedua jenis obat ini adalah dengan menghambat produksi asam, padahal asam dibutuhkan untuk penyerapan B12. Obat lainnya seperti Metformin yang dikonsumsi setiap hari oleh Beth juga menurunkan penyerapan vitamin dan mineral.
Melihat gejala yang dirasakan oleh Beth selama ini, ada kemungkinan bahwa defisiensi ini telah meningkat menjadi anemia pernisiosa. Anemia pernisiosa atau anemia B12 yang diderita Beth ini didasarkan bahwa Beth telah merasakan gejala klinis khas anemia pernisiosa seperti rasa sakit pada mulut dan tenggorokan serta mati rasa pada tangan dan kaki. Anemia B12 ini merupakan anemia yang disebabkan karena malabsorbsi B12 di dalam tubuh. Malabsorbsi ini sendiri karena adanya obat-obatan yang mengandung zat yang menghambat peneyerapan vitamin B12.
Pengobatan yang dilakukan harus tepat sasaran yakni dengan mengatasi masalah malabsorbsinya dahulu dan selanjutnya baru mengatasi defisiensi B12 nya. Hal yang pertama disarankan adalah mengganti obat tersebut dengan obat jenis lain yang tidak menghambat penyerapan B12. Selanjutnya baru diberikan suplementasi B12 dosis tinggi. Namun jika dengan alasan medis, penggantian jenis obat itu tidak dapat dilakukan maka petugas menyarankan Beth untuk menjalankan injeksi B12. Injeksi B12 ini dilakukan dalam regimen yang diberikan jangka panjang selama. Setelah nampak perbaikan kondisi baru penyuntikan dilakukan dengan regimen yang lebih sedikit.
Form 1
NUTRITION RECORD
(Balita, Anak Sekolah, Remaja, Dewasa, Lansia)
A. Identitas
a. Nama : Beth
b. Umur : 29 tahun
c. Jenis Kelamin : Wanita
B. Pengukuran Status Gizi
a. Antropometri :
1. Berat badan : 56 kg
2. Tinggi badan : 164 cm
b. Diet : 24 hours recall method
c. Laboratorium :
1. abdominal CT, hasilnya normal – tidak ada tanda yang menunjukkan risiko nyeri perut
2. GI x-ray, menunjukkan acid reflux disease
3. MRI, hasilnya normal and dua electrical tests pada saraf juga menunjukkan hasil normal
4. B12 blood test, hasilnya menunjukkan tanda kekurangan vitamin B12 namun belum pada tahap anemia B12
d. Klinis :
1. Pucat (+)
2. Mulut dan tenggorokkan terasa sakit
3. Letih, lesu dan mudah capai
4. Mati rasa pada lengan tangan dan kaki
C. Lingkungan
a. Faktor sosio ekonomi
i. Pekerjaan : pustakawan dengan jam kerja tujuh jam per hari, empat hari kerja per minggu
ii. Pendapatan : $235.00 atau setara dengan Rp 2.984.500,00
iii. Rumah : Lantai ke-3 di sebuah apartement dengan tiga kamar tidur
- Sudah termasuk rumah sehat karena merupakan standard apartment
- Pembersihan juga sudah sesuai standard karena dikelola oleh petugas kebersihan yang telah disediakan pengelola apartment
- Kepadatan penghuni juga tidak melibihi batas kesehatan
iv. Dapur :
- Standard apartment
- Untuk pengolahan bahan makanan juga bersih
v. Pendidikan : D-3 Bahasa Jerman
vi. Sumber Air : disediakan apartment, jasa perusahaan air negara
vii. Data keluarga :
Ayah
Nama : Davis
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : pensiunan banker
Riwayat penyakit : Asam urat (acid reflux disease), jantung koroner
Kakak laki-laki
Nama : Travis
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Tour guide
Riwayat penyakit : Maag ringan
b. Faktor makanan
i. Pola makan
1. Jumlah : tidak pasti tergantung selera makan
2. Jenis :
a. Sarapan : roti, telur, jus jeruk
b. Makan siang : kentang, daging merah olahan, seafood, sayur (jagung dan wortel), kopi/ teh, kadang fast food dengan minuman soda
c. Makan malam : salad sayur (sawi, selada, kol), susu
3. Frekuensi : tiga kali sehari
ii. Alergi makanan : -
iii. Diet yang sekarang dijalankan : -
c. Faktor budaya :
Merupakan wanita karier dengan gaya hidup modern.
Tingkat pendapatan yang cukup tinggi sehingga memungkinkan terlalu seringnya konsumsi daging merah dan seafood.
Tingkat kesibukan tinggi, jarang olahraga dan terlambat makan.
Faktor pekerjaan yang lebih banyak duduk sehingga kurang gerak.
d. Faktor sanitasi lingkungan
i. Jamban : toilet duduk
ii. Tempat sampah : pengelolaan sampah apartment
iii. Pengelolaan air : penyediaan air di apartment
iv. Jumlah anggota keluarga : tiga orang (hidup dengan ayah dan kakak laki-laki)
D. Nutritionally Relevant Infection Rate
a. TBC, Batuk rejan, Pneumonia
b. Penyakit diare : Bakteri, Disentri
c. Virus : measles/ gabag, rota virus, virus HIV
d. Parasit : malaria, penyakit cacing : cacing gelang, cacing tambang, cacing kremi, dll.
E. Penyakit Kronis
- Asam urat sudah diderita selama 5-6 tahun
- Rasa panas dalam perut dirasakan selama 3-4 tahun
- Infeksi sinus
F. Kelainan Bawaan : tidak ada
G. Obat yang Digunakan Saat Ini
1. Selama lima tahun terakhir sejak divonis asam urat dan berhenti setelah rawat inap terakhir karena peradangan saraf, obatnya antara lain
Metformin 500 mg 2x sehari
Nexium 40 mg
Zantac
Singulair 10 mg
Zyrtec 10 mg
Toprol 25 mg
2. Setelah pulang rawat inap terakhir mengkonsumsi obat Aciphex selama tiga bulan terakhir hingga sekarang
3. Antacids setiap hari untuk maag, sudah tiga bulan terakhir
H. Sejarah Timbulnya Gejala yang mendukung Terjadinya Malnutrisi
- Baru menyelesaikan rawat inap rumah sakit dan masih dalam pengawasan dokter dengan diagnosis awal peradangan saraf
- Sakit di daerah upper abdomen dalam lima bulan terakhir, disertai mati rasa pada lengan tangan dan kaki. Mati rasa ini umumnya pada sebelah kiri, namun lebih kadang seluruh tubuh bahkan wajah.
- Terdengar suara nyaring pada kandung kemih
- Merasa lelah sepanjang hari
- Sakit kepala hampir setiap hari
I. Diagnosa : Defisiensi vitamin B12 yang mengarah pada terjadinya Anemia Pernisiosa/ Anemia B12 yang disebakan karena pemakaian obat suppresan B12 ( obat-obatan asam urat dan maag yang meghambat pembentukan protein penyerap B12)
J. Terapi Nutrisi/ Penanggulangan Nutrisi
a. Individu : Suntik vitamin B12 untuk mengurangi dampak obat supressan B12
b. Kelompok Masyarakat : Perbanyak bahan makanan sumber vitamin B12
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Health Encyclopedia - Diseases and Conditions : Anemia. Available from URL : HYPERLINK http://www.healthscout.com/anemia
Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.
Matsui, William. Anemia - B12 deficiency. 14 February2007 Available from URL : HYPERLINK http:// www.nlm.nih.gov/ encyclopedia
Anemia Ibu Hamil
PANGAN ALTERNATIF DALAM MENGATASI MASALAH ANEMIA PADA IBU HAMIL DAN KENDALA TEKNIS MAUPUN SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PANGAN ALTERNATIF TERSEBUT
Tugas ini merupakan komentar terhadap berbagai pendapat mahasiswa S-0 IKM Unair dalam mengajukan beberapa pangan alternatif dalam mengatasi permasalahn anemia ibu hamil. Anemia ibu hamil yang dibahas adalah anemia yang diakibatkan kekurangan asupan gizi sumber zat besi.
Dari komentar yang telah diberikan, dapat disimpulkan sebagai berikut
- Penyebab :
o Faktor ekonomi → rendahnya daya beli
o Faktor sosial budaya → pengetahuan (menyangkut apa saja sumber zat besi, apa saja yang menghambat dan memacu penyerapan zat besi), adanya pertentangan budaya dan mitos bahan makanan
o Faktor klinis → terjadinya hemodulusi (pengenceran darah) pada TMII
- Akibat : kurangnya asupan O2 di otak janin, mengakibatkan tingginya angka kematian ibu akibat pendarahan (HPP= Haemoroghic Post Partum)
- Program pangan alternatif yang diajukan :
o Makanan olahan dari bungkil kelapa, yang kaya Fe 41.5/100 gr
o Fortifikasi bahan pangan yang dikonsumsi secara luas, seperti mie
o Meningkatkan konsumsi daging kelinci
o Mensosialisasikan sumber zat besi eksogen dengan memasak pakai panci
o Makan bayam yang banyak, menanam sendiri di kebun
o Inovasi cookies bekatul
o Utamakan zat besi dan vitamin
o Kombinasi ubi jalar dengan garam
o Optimalisasi bahan pangan lokal sumber zat besi, seperti biji bunga teratai dan biji cempedak di daerah Kalimantan Selatan
o Secara birokrasi : penyuluhan kesehatan, kerjasama lintas sektor, pengadaan pil penambah darah di Puskesmas
o Meningkatkan konsumsi ikan laut dan tawar, baik secara kualitas maupun kuantitas saat kehamilan
o Meningkatkan konsumsi kacang kedelai dan produk olahannya
Menurut saya, dari program pangan alternatif yang diajukan menunjukkan bahwa sebenarnya banyak solusi yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan anemia ibu hamil. Namun tidak semua dari progran yang diberikan akan mampu mengatasi permasalahan ini dengan baik. Pengenalan bahan pangan yang beragam dan masih asing bagi sebagian besar masyarakat akan sulit diwujudkan dalam waktu yang singkat. Hal ini sangat terkait dengan nilai makanan dan budaya yang ada di masyarakat. Misalnya, inovasi cookies bekatul akan sulit diterima karena anggapan masyarakat selama ini bekatul hanya untuk pangan ternak. Karena itulah, pengenalan pangan alternatif ini hanya akan dapat berhasil jika dilakukan dalam jangka panjang, mengingat perubahan perilaku dan kebiasaan manusia butuh waktu yang cukup lama. Kebijakan birokrasi akan menjadi suatu hal yang mungkin dapat dilakukan. Pemerintah sebenarnya sudah punya jalur kebijakan lintas sektoral dalam mengatasi masalah ini. Melalui Puskesmas, pemerintah telah menyediakan tablet zat besi bagi bumil yang dibantu sosialisasinya oleh lembaga PKK di masyarakat. Namun kendala utama dari program ini adalah rasa eneg yang hadir saat mengkonsumsi tablet zat besi membuat bumil enggan mengkonsumsinya. Sebenarnya ada tablet zat besi yang tidak punya efek samping rasa eneg namun harganya lebih mahal. Jadi yang penting menurut saya adalah pengadaan tablet zat besi yang murah dan tidak membuat bumil enggan mengkonsumsinya. Mengenai pengetahuan apa saja yang memacu dan menghambat penyerapan zat besi dapat dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral ini juga. Misalnya saat penyaluran tablet oleh tenaga kesehatan juga diberikan penyuluhan dan juga petunjuk pengadaan sumber zat besi melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ini mencakup bidang ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.
NUZULUL KUSUMA PUTRI – 100610127 – IKM A ‘06
Tugas ini merupakan komentar terhadap berbagai pendapat mahasiswa S-0 IKM Unair dalam mengajukan beberapa pangan alternatif dalam mengatasi permasalahn anemia ibu hamil. Anemia ibu hamil yang dibahas adalah anemia yang diakibatkan kekurangan asupan gizi sumber zat besi.
Dari komentar yang telah diberikan, dapat disimpulkan sebagai berikut
- Penyebab :
o Faktor ekonomi → rendahnya daya beli
o Faktor sosial budaya → pengetahuan (menyangkut apa saja sumber zat besi, apa saja yang menghambat dan memacu penyerapan zat besi), adanya pertentangan budaya dan mitos bahan makanan
o Faktor klinis → terjadinya hemodulusi (pengenceran darah) pada TMII
- Akibat : kurangnya asupan O2 di otak janin, mengakibatkan tingginya angka kematian ibu akibat pendarahan (HPP= Haemoroghic Post Partum)
- Program pangan alternatif yang diajukan :
o Makanan olahan dari bungkil kelapa, yang kaya Fe 41.5/100 gr
o Fortifikasi bahan pangan yang dikonsumsi secara luas, seperti mie
o Meningkatkan konsumsi daging kelinci
o Mensosialisasikan sumber zat besi eksogen dengan memasak pakai panci
o Makan bayam yang banyak, menanam sendiri di kebun
o Inovasi cookies bekatul
o Utamakan zat besi dan vitamin
o Kombinasi ubi jalar dengan garam
o Optimalisasi bahan pangan lokal sumber zat besi, seperti biji bunga teratai dan biji cempedak di daerah Kalimantan Selatan
o Secara birokrasi : penyuluhan kesehatan, kerjasama lintas sektor, pengadaan pil penambah darah di Puskesmas
o Meningkatkan konsumsi ikan laut dan tawar, baik secara kualitas maupun kuantitas saat kehamilan
o Meningkatkan konsumsi kacang kedelai dan produk olahannya
Menurut saya, dari program pangan alternatif yang diajukan menunjukkan bahwa sebenarnya banyak solusi yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan anemia ibu hamil. Namun tidak semua dari progran yang diberikan akan mampu mengatasi permasalahan ini dengan baik. Pengenalan bahan pangan yang beragam dan masih asing bagi sebagian besar masyarakat akan sulit diwujudkan dalam waktu yang singkat. Hal ini sangat terkait dengan nilai makanan dan budaya yang ada di masyarakat. Misalnya, inovasi cookies bekatul akan sulit diterima karena anggapan masyarakat selama ini bekatul hanya untuk pangan ternak. Karena itulah, pengenalan pangan alternatif ini hanya akan dapat berhasil jika dilakukan dalam jangka panjang, mengingat perubahan perilaku dan kebiasaan manusia butuh waktu yang cukup lama. Kebijakan birokrasi akan menjadi suatu hal yang mungkin dapat dilakukan. Pemerintah sebenarnya sudah punya jalur kebijakan lintas sektoral dalam mengatasi masalah ini. Melalui Puskesmas, pemerintah telah menyediakan tablet zat besi bagi bumil yang dibantu sosialisasinya oleh lembaga PKK di masyarakat. Namun kendala utama dari program ini adalah rasa eneg yang hadir saat mengkonsumsi tablet zat besi membuat bumil enggan mengkonsumsinya. Sebenarnya ada tablet zat besi yang tidak punya efek samping rasa eneg namun harganya lebih mahal. Jadi yang penting menurut saya adalah pengadaan tablet zat besi yang murah dan tidak membuat bumil enggan mengkonsumsinya. Mengenai pengetahuan apa saja yang memacu dan menghambat penyerapan zat besi dapat dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral ini juga. Misalnya saat penyaluran tablet oleh tenaga kesehatan juga diberikan penyuluhan dan juga petunjuk pengadaan sumber zat besi melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ini mencakup bidang ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.
NUZULUL KUSUMA PUTRI – 100610127 – IKM A ‘06
Langganan:
Komentar (Atom)